JAKARTA – Badan usaha swasta sektor hilir minyak diminta untuk memenuhi kebutuhan solarnya dengan membeli dari PT Pertamina (Persero). Apalagi Pertamina telah mampu memproduksi solar dan stoknya saat ini berlebih.

“Kami sarankan keras agar beli ke Pertamina, tapi tetap business to business (B to B) buat mencapai kesepakatan dan harga. Kalau Pertamina kelebihan solar B to B dengan Pertamina,” kata Djoko ditemui di komplek Parlemen, Jakarta, Senin malam (15/7).

Menurut Djoko, sebelum membeli solar milik Pertamina selain harga yang harus disepakati, spesifikasi BBM juga harus sesuai. Selama ini produksi berlebih dari Pertamina adalah solar dengan catane 48, padahal kebutuhan basan usaha untuk disalurkan lagi rata-rata catane 51. Pertamina sendiri tidak jarang melakukan pengadaan catane 51 melalui impor.

Djoko mengklaim pembelian solar dari Pertamina bisa lebih efisien ketimbang badan usaha harus mengimpor. Ditjen Migas merupakan institusi yang mengeluarkan rekomendasi impor sebelum badan usaja mendapatkan izin impor dari Kementerian Perdagangan. Karena itu sebelum mendapatkan rekomendasi Kementerian ESDM akan mendorong badan usaha melakukan negosiasi dengan Pertamina.

”Yang teken rekomendasi (impor) kan saya (Dirjen Migas) sebelum saya teken suruh negosiasi dulu dengan Pertamina selama barangnya ada,” ujarnya.

Saat ini ada beberapa badan usaha yang memiliki kontrak jangka panjang memasok kebutuhan solar ke palanggan industri seperti Shell, Exxonmobil, PT AKR Corporindo Tbk.

M Fanshurullah Asa, Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH Migas), mengatakan bahwa kuota impor memang diberikan pemerintah. “Itu diluar wilayah saya, tapi yang jelas untuk impor memang badan usaha ajukan kuota berapa besar yang disetujui itu kewenangan pak menteri,” tandasnya.(RI)