JAKARTA – Badan usaha tidak akan mendapatkan rekomendasi impor solar dari Kementerian Energi dam Sumber Daya Mineral (ESDM) selama PT Pertamina (Persero) memiliki kemampuan produksi dan mampu memenuhi kebutuhan solar di dalam negeri.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan untuk mendukung upaya menekan defisit migas yang terjadi belakangan ini maka badan usaha penjual BBM sebaiknya mengutamakan penyerapan BBM hasil produksi kilang dari dalam negeri, agar impor minyak dapat ditekan.

“Kalau bisa diproduksi dalam negeri, utamakan itu. Untuk mengurangi impor kan begitu, Kalau ada yang diproduksi oleh Pertamina, dan mencukupi kebutuhan itu, ” kata Arcandra di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (20/8).

Menurut dia, pemerintah tidak mewajibkan badan usaha harus membeli ke Pertamina tapi mengarahkan agar surplus produksi solar saat ini bisa dimanfaatkan. Harganya pun harus disepakati melalui mekanisme pembahasan business to business dan tidak dipatok pemerintah.

Beberapa badan usaha yang melakukan impor solar untuk memenuhi kebutuhan yang sudah terkontrak dengan para konsumen, seperti ExxonMobil, Total, Shell, dan PT AKR Corporindo Tbk. Konsumen mereka biasanya adalah para pelanggan dari sektor industri.

Hingga saat ini baru ExxonMobil yang kembali mendapatkan rekomendasi impor solar dari pemerintah.  Volume impor Exxon lebih besar dibanding rekomendasi yang diberikan sebelumnya. ExxonMobil Lubricant sebelumnya mendapatkan jatah impor untuk periode Januari hingga Desember 2018 hanya 226.100 Kilo Liter (KL) . Kini kuotanya menjadi 800.320 KL, sehingga ada penambahan kuota sebesar 574.220 KL. Dalam data tersebut juga menunjukkan bahwa permintaan rekomendasi telah disampaikam manajemen ExxonMobil sejak Januari lalu.

Arcandra mengatakan badan usaha tersebut tidak keberatan dengan arahan pemerintah untuk memprioritaskan solar produksi Pertamina. Badan usaha tetap akan diberikan rekomendasi impor apabila jenis BBM-nya tidak dalam kondisi stok berlebih.

“Sudah (komunikasi dengan badan usaha), kecuali yang tidak ada yang berproduksi,” kata Arcandra.

Rizwi Hisjam, Direktur Hilir Ditjen Migas Kementerian ESDM, menegaskan kebijiakan pemerintah adalah himbauan kepada badan usaha dan masih harus dilakukan proses business to business, terutama terkait harga jual BBM yang akan dibeli badan usaha. Adapun rekomendasi impor tetap diberikan  Kementerian ESDM, bukan oleh Pertamina.

“Untuk BBM yang tersedia pasokannya di Pertamina dalam rangka pengendalian impor. Kami mendorong agar badan usaha yang akan impor menjajaki dulu kemungkinan pasokan dari dalam negeri (Pertamina). Jadi tidak benar harus minta persetujuan Pertamina dulu,” tegas Rizwi.((RI)