JAKARTA – Pemerintah berencana untuk kembali memberikan “karpet merah” bagi PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan mempermudah pembaruan izin usaha pertambangan melalui revisi PP No.69 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, mengungkapkan revisi PP tersebut hanya akal-akalan Pemerintah untuk mengamankan kepentingan pihak PTFI karena pembaruan izin tambangnya belum bisa diproses sesuai regulasi yang ada namun ingin segera diperpanjang.

“Saya mencurigai rencana revisi PP minerba ini untuk mengakomodasi permintaan PTFI yang kelihatan begitu bernafsu untuk bisa memperbarui izin usaha pertambangan mereka, meskipun waktunya tidak memenuhi regulasi yang ada,” kata Mulyanto, Senin (18/3).

Dia menilai ide melakukan revisi PP tersebut tidak elegan kalau hanya sekedar untuk mengamankan kepentingan PTFI atau sekedar kejar tayang di akhir masa Pemerintahan Presiden Jokowi. Ini akan merusak tatanan sistem pengelolaan minerba nasional secara jangka panjang. Karena itu ia mendesak Komisi VII DPR RI menolak rencana ini dan memanggil Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk mengkonfirmasi dan menjelaskan rasionalitas rencana tersebut.

Menurut Mulyanto tidak ada urgensi untuk buru-buru memberikan izin perpanjangan kepada PTFI apalagi dengan mengubah PP yang ada. Ia minta Jokowi serahkan saja soal perpanjangan izin ini pada Pemerintahan yang akan datang agar lebih obyektif.

“Ini jadinya terkesan Pemerintah ngebet ingin kejar tayang di akhir masa jabatannya,” ujar Mulyanto.

Mulyanto menambahkan hal penting yang perlu dilakukan justru adalah mengevaluasi kinerja PTFI ini sebelum mereka mengajukan pembaruan izin.

PTFI kata Mulyanto bahkan dinilai tidak layak diberi perpanjangan izin karena kinerja selama ini kurang baik. Buktinya jadwal pembangunan smelter molor terus lebih dari delapan kali. “Harusnya Pemerintah lebih berhati-hati memberikan perpanjangan izin bukan malah mempermudahnya,” kata Mulyanto.

Menurut dia akibat PTFI pemerintah mengamandemen UU No. 4/2009 tentang Minerba. Tetapi nahasnya, setelah diubah. “Tetap saja UU No. 3/2020 tentang Minerba yang baru dilanggar kembali,” ujarnya.

Menurut Mulyanto, UU Minerba yang baru mengamanatkan agar smelter PTFI harus sudah jadi bulan Juni 2023 dan sejak itu berlaku pelarangan ekspor konsentrat.

Tapi faktanya ekspor konsentrat tetap diizinkan sampai Desember 2023, bahkan ditambah 6 bulan lagi sampai Mei 2024.

“Ditengarai smelter PTFI ini juga belum optimal di bulan Mei 2024, sehingga perlu relaksasi ekspor konsentrat lagi”, kata Mulyanto.

“Masak Pemerintah menutup mata dengan kinerja belepotan seperti ini, bahkan rela mengubah PP untuk sekedar memberi karpet merah bagi PTFI memperpanjang izin tambang mereka. Ini kan kebangetan”, tandas Mulyanto.

Dengan kondisi tersebut, Pemerintah tidak punya marwah dan wibawa, terkesan didikte oleh pihak PTFI untuk melanggar regulasi yang ada. “Ini contoh yang tidak baik, betapa mudahnya regulasi yang ada dipermainkan oleh perusahaan,” ujar Mulyanto. (RI)