Masuki usia 65 tahun bukanlah usia muda. Usia matang bagi sebuah perusahaan yang tetap berdiri kokoh ditengah berbagai badai ekonomi yang terus menerjang dalam beberapa tahun kedepan.

Melewati setengah abad lebih, Pertamina mendorong perubahan strategi dalam beroperasi. Lebih menitikberatkan dan memantapkan diri menjadikan lingkungan, sosial dan tata kelola perusaaan yang baik sebagai fondasi utama sekaligus menjadi tujuan utama perusahaan.

Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola aset Negara di sektor energi khususnya minyak dan gas (Migas), sudah seyogyanya dalam menjalankan kegiatan operasionalnya Pertamina memiliki aspek Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis perusahaan dari hulu, pengolahan hingga hilir. Aspek ESG Pertamina ini diterjemahkan dalam 10 fokus keberlanjutan dan 16 inisiatif yang sejalan dengan Program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainability Development Goals -SDGs).

Adapun 10 fokus keberlanjutan tersebut diantaranya pertama mengatasi perubahan iklim, mengurangi jejak (limbah) lingkungan, kesehatan dan keamanan, pencegahan kecelakaan fatal, perekrutan, pengembangan dan retensi karyawan, inovasi dan penelitian, keterlibatan dan dampak terhadap komunitas, keamanan siber dan etika perusahaan.

Sementara 16 inisiatif yang dilakukan oleh holding maupun subholding diantaranya Net Zero road map, dekarbonisasi, mensistemasikan program keanekaragaman hayati, komitmen menjalankan EBT yang tertuang dalam RJPP, beyond proper (limbah dan pengelolaan air), peningkatan aspek kesehatan dan keamanan, manajemen keselamatan, mempromosikan hak asasi manusia, secara berkelanjutan fokus penelitan dan berinovasi, meningkatkan akses terhadap energi bagi masyarakat, keamanan siber, meningkatkan manejemen sistem GCG, menjalankan operasional model ESG, mengevaluasi dan mengimplementasikan keuangan ESG, kemunikasi ESG dan terakhir inisiatif blue carbon.

Risna Resnawati, pengamat CSR sekaligus Kepala Proogram Studi CSR dari Universitas Padjajaran (UNPAD), mengungkapkan Environmental, Social, and Governance merupakan challenge bagi perusahaan yang menginginkan adanya perkembangan atau kemajuan secara internal maupun eksternal. Bagi Pertamina tentu hal itu menurut Risna merupakan hal yang sangat penting, sebab perusahaan yang telah mampu menjawab tantangan ini, dengan melakukan kegiatan operasi namun tetap menjaga keberlanjutan  lingkungan, hubungan sosial yang kuat dengan seluruh stakeholder, serta punya tata kelola yang sehat dan akuntable atau sesuai dengan filosopi ESG. “Dapat diibaratkan memiliki modal yang mendekati sempurna untuk mencapai kemajuan bisnis,” kata Risna kepada Dunia Energi, Selasa (8/11).

Arti ESG bagi Pertamina kata Risna sepertinya telah menjadi sebuah sistem dalam pengelolaan perusahaan, ESG ini menjadi landasan bagaimana pertamina merencanakan pengembangan bisnis, menjalin relasi dengan partner atau customer. Serta tetap menjaga hak-hak lingkungan agar tetap sehat,” ujarnya.

Penerapan ESG bukan perkara mudah. Sebuah terobosan berani bagi siapapun yang menjadikan ESG sebagai fondasi operasinya. Tapi hal itu mau tidak mau harus dilakukan menjawab tantangan global yang menuntut adanya kepedulian terhadap lingkungan. Perusahaan yang menjalankan konsep dan implementasi kriteria ESG telah menjadi pertimbangan dasar bagi para investor dalam melakukan pengambilan keputusan untuk berinvestasi atau tidaknya dalam suatu bisnis atau perusahaan.

Konsep investasi hijau dan berkelanjutan dengan menerapkan ESG tidak hanya untuk mengejar keuntungan semata, melainkan juga memperhatikan segi kebermanfaatan perusahaan bagi lingkungan, masyarakat, dan pemerintah yang nyatanya dapat membuat nilai perusahaan naik secara signifikan dalam jangka panjang.

Tri Mumpuni, Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) mengungkapkan Pertamina terus berkembang dan berevolusi mengikuti perkembangan dan tuntutan masyarakat.

“Itu saya yakin makin hati-hati kalau tidak dengan dunia yang serba transparan ini dengan mudah akan tercapture,” ungkap Tri kepada Dunia Energi belum lama ini di IBEKA.

Menurut wanita yang sempat masuk dalam jajaran ilmuan muslim paling berpengaruh di dunia ini, Pertamina diisi oleh orang-orang kesadaran tinggi dengan isu-isu mengenai lingkungan. Selain itu penerapan ESG sekarang jelas penting bagi Pertamina karena sekarang salah satu syarat dipercaya oleh investor adalah adanya keberpihakan perusahaan terhadap lingkungan.

“Sekarang ini pergantian generasi terus lebih transparan sehingga membuat pertamina dirinuya standar yang dipakai yang diakui yang benar esg cara yg benar dan proper. Jadi sangat masuk akal dia (Pertamina) diakui di dunia,” ujar Tri.

Sementara itu, Satya Widya Yudha, Anggota Komite Dewan Energi Nasional (DEN), menyatakan bahwa ESG sangat penting untuk perusahaan energi salah satunya tentu Pertamina. Apalagi diketahui bahwa Pertamina termasuk Top 5 perusahaan yang fokus dalam penerapan ESG. Dia menyatakan ESG mengadopsi prinsip-prinsip kekinian agar perusahaan menjadi sustainable melalui penerapan pemanfaatan energi bersih, menjamin dampak sosial dan juga penerapan good governance.

ESG kata Satya juga bakal jadi dasar pemerintah dalam penetapan Kebijakan Energi Nasional (KEN). Untuk itu inisiatif Pertamina yang memasukkan aspek ESG disetiap lini bisnisnya sudah sesuai dengan KEN.

“Kita dalam rangka merevisi KEN, kita akan dorong agar prinsip-prinsip ESG akan dimasukan dalam KEN. Yang nantinya diterjemahkan dalam revisi RUEN,” ujar Satya.

Sumber : Pertamina

 

 

 

Manajemen Pertamina sendiri sudah menyatakan pada usia 65 tahun, perusahaan berkomitmen untuk menjalankan bisnis berkelanjutan karena didorong oleh kesadaran untuk tidak mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Salah satu dukungan penuh akselerasi transisi energi yang dilakukan Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni dengan berpartisipasi aktif dalam Business 20 (B20) yang merupakan bagian dari G20, bahkan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas Energi, Keberlanjutan & Iklim (Chair of the Energy, Climate, and Sustainability Task Force) yang bekerja sama dengan para pemimpin bisnis global untuk menangani kebijakan terkait energi dan perubahan iklim. Forum komunitas bisnis internasional ini menjadi salah satu wadah entitas bisnis untuk berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan berimbang yang mendukung komitmen untuk mencapai Net Zero Emission dan pengembangan Energi Baru Terbarukan.

Di bidang lingkungan, dalam berbagai kesempatan Nicke Widyawati, Direktur Pertamina, menyatakan bahwa perusahaan mendukung Pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) dengan mengembangkan peta jalan yang meliputi dua pilar, yakni dekarbonisasi aset dan membangun bisnis hijau serta tiga enabler yaitu pelaporan dan penghitungan karbon, penguatan kapabilitas dan organisasi, dan keterikatan pemangku kepentingan.

Nicke dalam gelaran KTT Iklim COP 27 di Mesir menegaskan sebagai BUMN sektor energi, Pertamina berkomitmen mendukung ambil bagian mencapai target NZE tahun 2060.

“Komitmen Pertamina untuk menjaga bumi dengan mencpitakan energi yang lebih bersih, dilakukan melalui road map dengan dua pilar utama, dekarbonisasi bisnis dan pengembangan bisnis baru,” kata tulis Nicke diakun instagram resminya membeberkan pidatonya di COP 27 Mesir, Selasa (8/11).

Menurut dia, aksi seluruh stakeholder untuk membuat planet bumi lebih baik tidak lagi bisa ditunda. Karena jika terus ditunda atau tidak ada tindakan nyata maka yang akan merasakan dampaknya nanti generasi yang akan datang. Untuk itu Pertamina berkomitmen menjadi inisiator untuk tetap beroperasi memenuhi kebutuhan energi tanpa melupakan lingkungan.

“Bumi kita hanya satu. Bumi ini bukanlah warusan daru nenek moyang kita, tapi titipan untuk anak cucu kita. Saatnya kita melakukan aksi sekarang, bersama-sama dan lebih cepat,” tegas Nicke.

Pertamina memang telah menetapkan delapan fokus bisnis yang bakal berperan penting dalam upaya perusahaan mengejar target peningkatan porsi EBT dalam bisnis perusahaan menjadi 17% di tahun 2030 demi mendukung pencapaian target penurunan emisi. Tujuan ini didukung oleh strategi investasi jangka panjang Pertamina yang terdiri dari 14% Capex untuk Gas dan EBT, yang lebih tinggi dari rata-rata investasi IOC di EBT yaitu sekitar 4,3%.

Adapun investasi tersebut bakal digunakan untuk membiayai tujuh lini bisnis berbasis EBT di Petamina. Pertama adalah Geothermal, peningkatan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dari 672 Megawatt (MW) menjadi 1003 MW. Kemudian pengembangan hydrogen yang direncanakan akan ada pengembangannya dengan potensi 8.600 kg green hydrogen per hari. Ketiga yakni pengembangan baterai kendaraan listrik dan Energy Storage System. Pertamina telah berpartisipasi dalam perusahaan baterai (Indonesia Battey Company/IBC). Selain itu juga ikut mengembangkan ekosistem kendaraan listrik melalui penyediaan fasilitas swap baterai dan charging station.

Keempat pengembangan green refinery. Sudah dibangun green refinery dengan kapasitas 100 ribu barel per hari di Cilacap. Kelima adalah pengembangan bioenergi. Pertamina berinisiatif untuk meningkatkan kapasitas produksi bioenergi yang sekarang sudah berjalan, antara lain biomass Biogas 153 MW, fasilitas bio blending gasoil dan gasoline, mampu memproduksi bio crude dari algae dan etanol 50 KTPA.

Keenam dengan mengembangkan varian EBT seperti solar cell atau PLTS mencapai 910 MW, hydro antara 200 MW- 400 MW kemudian tenaga angin dengan potensi yang bisa dikembankan mencapai 225 MW. Ketujuh Pertamina sudah mulai fokus bisnis karbon dengan beberapa metode yang mempu menekan emisi karbon melalui Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) project, biomass dan biogas, solar PV, pengembangan kendaraan listrik tadi dan LNG bunkering. Serta penggunaan CO2 untuk Enhanced Oil Recovery (EOR).

Sumber : Pertamina

Melalui berbagai inisiatif tersebut, Pertamina menargetkan pengurangan emisi sebesar 30% pada 2030. Proses pencapaian target sudah mulai dirasakan dengan menurunnya emisi sebesar 7.4 Juta Ton CO2 Equivalent (MmtCO2E) selama kurun waktu 2010 – 2021. Hasil tersebut diperoleh dari upaya-upaya efisiensi energi di lini bisnis Hulu dan Pengolahan yang memanfaatkan kembali panas yang dihasilkan dari limbah dan inisiatif lain dari aktivitas Geothermal; pemanfaatan Flare Gas untuk penggunaan sendiri dan suplai gas bagi konsumen di sektor hulu dan pengolahan, gasifikasi bahan bakar serta komersialisasi pelepasan CO2 kepada konsumen sektor hulu dan optimalisasi aktivitas Geothermal.

“Kami melibatkan mitra nasional dan internasional untuk mengeksplorasi kemitraan dalam rangka mendukung program dekarbonisasi dan mempercepat pertumbuhan EBT,” ungkap Heppy Wulansari, Pjs VP Corporate Communication Pertamina belum lama ini di Jakarta.

Di bidang Sosial, Pertamina mengembangkan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan pilar Pertamina Green untuk mendukung pelestarian lingkungan, salah satunya melalui program Biodiversity. Melalui program keanekaragaman hayati Pertamina berhasil menanam lebih dari 4,1 juta pohon, konservasi 95 jenis tumbuhan. Sedangkan untuk fauna terdapat 261 jenis Hewan dengan total lebih dari 800 ribu yang dikonservasi.

Selain itu, melakukan pembinaan kepada UMKM Binaan di tengah Pandemi Covid-19 agar lebih cepat bangkit melalui SMEXPO. Lalu, sejak 2019, Pertamina melakukan program affirmative recruitment bagi Penyandang Disabilitas. Bersama BUMN lainnya, Pertamina menjangkau kelompok jaringan Penyandang Disabilitas untuk menginformasikan peluang yang ada di Pertamina Group. Membentuk komunitas pekerja perempuan “Srikandi” dengan empat program utama, Keberlanjutan, Pembangunan, Kesejahteraan, dan Kemitraan & Komunikasi.

“Dari sisi sosial, Pertamina juga berkomitmen untuk mendukung perlindungan dan penghormatan Hak Asasi Manusia dalam setiap kegiatan usaha,” ujar Heppy.

Dalam hal tata kelola, Pertamina kata Heppy telah memperoleh sertifikasi ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) untuk lingkup korporat. Sertifikasi tersebut menjadi salah satu bukti Pertamina sebagai Holding BUMN migas telah menerapkan sistem manajemen anti penyuapan di seluruh proses bisnisnya.

Penerapan SMAP juga menjadi upaya memperkuat tata kelola bisnis bersih dan transparan, yang sejalan dengan komitmen pada pengelolaan ESG serta SDGs. Hingga 31 Desember 2021, tercatat ada 19 entitas PERTAMINA Grup yang telah mengimplementasikan ISO 37000:2016. Dalam hubungan dengan pemasok, Perusahaan juga menyertakan beberapa klausul terkait antikorupsi dalam proses registrasi pemasok sebagai bagian dari due diligence.

Dengan komitmen yang tinggi terhadap Lingkungan, Sosial, Tata Kelola dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tersebut, sejak Oktober 2022 rating ESG Pertamina semakin baik dengan skor 22.1. Lembaga ESG Rating Sustainalytics menilai berada pada tingkat risiko Medium dalam mengalami dampak keuangan material dari faktor-faktor ESG. Peringkat Risiko ESG tersebut juga menempatkan Pertamina berada di peringkat 2 secara global dalam sub-industri Integrated Oil & Gas. Posisi ini melonjak tinggi dari peringkat nomor 8 dari 54 perusahaan yang sama di tahun 2021. “Komitmen keberlanjutan yang kuat ini mengantarkan kami dapat bersaing dengan perusahaan energi global lainnya,” kata Heppy.

Pada akhirnya kita umat manusia yang harus mengalah. Bumi sudah ratusan tahun berbaik hati memberikan kekayannya. Indonesia menjadi negara besar berkat kekayaan alam, salah satunya migas. Bersama Pertamina kekayaan itu mampu dimanfaatkan demi mencapai cita-cita bersama menuju kesejahteraan. Kini sudah saatnya kita yang memberi, karena jauh di lubuk hati kita pasti menyadari bukan Bumi yang membutuhkan kita tapi kita yang membutuhkan Bumi. Bukan untuk kita tapi untuk masa depan anak cucu kita.