JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) jadi salah satu pemegang Kontrak Karya (KK) yang kontraknya bakal habis tiga tahun lagi atau 2025 mendatang. Jelang berakhirnya masa kontrak Vale justru mendapatkan ujian berat yakni penentangan perpanjang kontrak dari tiga gubernur sekaligus yang di dalamnya ada wilayah konsesi Vale, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Febriany Eddy, Direktur Utama dan CEO Vale Indonesia, menyatakan sejauh ini memang manjemen belum mengajukan secara resmi perpanjangan kontrak kepada pemerintah. Sambil berjalan, perusahaan kata dia akan fokus mengerjakan berbagai proyek yang sudah direncanakan.

“Kalau ditolak (gubernur) bagi kami fokus aja, selalu fokus penuhi segala kewajiban, kami kan sudah patuh aturan,” kata Febriany belum lama ini di Jakarta.

Menurut dia pemerintah pusat pasti akan fair menilai apakah Vale layak atau tidak diperpanjang kontraknya. Karena jika tidak tentu akan langsung berdampak pada iklim investasi di tanah air.

“Kami yakin pemerintah pasti akan jaga iklim investasi kenyamanan untuk lanjutkan semua program kami, kita kejar keras semua,” ungkap Febriany.

Vale sendiri saat ini tengah menggenjot pengembangan dua blok tambang nikel di Bahadopi dan Pomalaa. Selain itu Vale juga baru menyepakati pembangunan pabrik smelter HPAL di Sorowako.

Sebelumnya, Andi Sudirman Sulaiman, Gubernur Sulawesi Selatan, menjelaskan para pimpinan daerah meyakini kesiapan perusahaan daerah untuk melanjutkan kegiatan di lahan tambang eks PT Vale Indonesia nantinya. Salah satu alasan utama agar perusahaan daerah yang melanjutkan pengelolaan lahan tambang adalah demi meningkatkan pendapatan daerah sekitar area tambang.

“Realisais pendapatan PT Vale kepada kami, total pendapatannya persentasenya tahun terakhir 2021 adalah 1,98% dari PAD kami,” ungkap Andi.

Selanjutnya Dana Bagi Hasil (DBH) dari hasil kegiatan tambang juga menurut Andi tidak dibayarkan sesuai dengan perhitungan. “DBH yang disampaikan Rp200 miliar di tahun 2021, kami baru terima Rp41 miliar sekarang,” ujar Andi.

Selain itu, menurutnya masih banyak sisa lahan yang dalam konsesi PT Vale Indonesia belum digarap padahal ada potensinya.

“Kalau kami hitung 70.000 hektar (ha) selama 54 tahun dan dari 118.000 dari 70.000 di Sulsel nggak sampai 10%. Artinya idlenya besar sekali barang ini kan ada monopoli di wilayah kekuasaan,” kata dia. (RI)