JAKARTA-Perubahan organisasi bisnis PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, menjadi lima subholding dan satu perusahaan adalah kendaraan (vehicle) untuk mencapai Aspirasi 2024. Pada tahun tersebut, Pertamina menargetkan menjadi perusahana global energi terdepan dengan nilai  pasar US$ 100 miliar dan  masuk dalam  Top 100 Global Fortune.

“Restrukturisasi  organisasi dilakukan sebagai vehicle yang menjadi fondasi utama dalam mengelola kegiatan operasi dan menghadapi tantangan yangberagam di masa depan,” ujar Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, dalam Acara Forum Pemimpin Redaksi Media secara virtual melalui aplikasi Zoom, pada Jumat (24/7) sore.

Menurut Nicke, subholding dibuat untuk perkembangan bisnis Pertamina ke masa yang akan datang. Keputusan restrukturisasi itu sudah digodok dan dibahas sejak jauh hari dan bukan keputusan mendadak. Untuk merestrukturisasi perusahaan Pertamina juga merestruktur organisasi.

“Itu merupakan cara untuk mencapai target. Makanya kami membentuk holding dan subholding. Subholding sudah hadir pada 2018, yaitu PT Pertamina Gas dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Jadi sudah tidak kaget, ya,”  ujar lulusan magister hukum bisnis Universitas Padjadjaran tersebut.

Pertamina saat ini memiliki lima subholding dan satu perusahaan perkapalan. Kelima subholding itu adalah upstream subholding (PT Pertamina Hulu Energi), refining and petrochemical subholding (PT Kilang Pertamina Internasional), commercial and trading subholding (PT Pertamina Patra Niaga), gas subholding (PT Perusahaan Gas Negara Tbk), dan power and new renewable energy subholding (PT Pertamina Power Indonesia). Sedangkan satu perusahaan perkapalan adalah PT Pertamina International Shipping.

Nicke mengungkapkan untuk merestrukturisasi  organisasi dan membuat kebijakan subholding, Pertamina sudah melakukan benchmarking ke beberapa perusahaan energi lainnya seperti; Petronas, BP, PTT, dan Exxon Mobil yang sudah melakukan subholding pada bisnisnya terlebih dahulu.

“Tujuan sebenarnya yaitu membuat perusahaan lebih fokus. Itu membuat kami lebih mantap. Kami sebelumya sudah lakukan analisis dan benchmark ke perusahaan besar lainnya, targetnya serata atau lebih meningkat dari mereka,” katanya.

Menurut Nicke, restrukturisasi organisasi Pertamina memiliki banyak manfaat bagi semua pemangku kepentingan. Bagi investor, peningkatan peluang kemitraan strategis dan  peningkatan return yang berlanjut dari investasi di dalam bisnis Pertamina. Bagi komunitas, efisiensi yang lebih besar dan penjaminan ketersediaan energi. Bagi pekerja, menjamin keberlangsungan hubungan industrial dan ketenagakerjaan serta peuang pelebaran jalur karir dan peningkatan kapabilitas serta menjamin kesejahteraan pekerja dengan baik.

Sementara bagi regulator, tambah Nicke,  manfaatnya adalah penyederhanaan pengaturan  industri migas dan meningkatknya transparansi dari msing-masing rantai nilai migas. Sedangkan bagi pemerintah, restrukturisasi Pertamina bermanfaat demi meningkatkan  keandalan dan keamanan pasokan energi nasional serta peningkatan devisa negara dengan adanya  pengembangan bisnis  baru.

“Bagi Indonesia, restrukturisasi Pertamina  bermanfaat dalam mendorong keamanan pasokan energi nasional dan infrastruktur energi yang lebih baik dan mengurangi ketergantungan dari impor BBM,” ujar Nicke.

Koeshartanto, Direktur Sumber Daya Manusia Pertamina, menambahkan subholding hanyalah sebuah penugasan untuk menjadikan bisnis Pertamina lebih fokus sehingga dibutuhkan dukungan semua pihak agar berjalan lancar.

“Apa yang dilakukan manajemen hanya sebatas penugasan, kami yakin itu merupakan cara yang smooth dan cepat. Karena semua berubah sehingga organisasi juga berubah. Melalui restrukturasi tersebut semoga Pertamina lebih hebat, dan dapat mewujudkan kedaulatan energi bagi Indonesia,” katanya.

Ignatius Talluembang, Deputy CEO Subholding PT Kilang Pertamina Internasional, mengatakan pihaknya sangat mendukung program restruktuisasi Pertamina. Selain lebih fokus, dia bersama timnya di KPI juga akan berupaya meningkatkan efisiensi serta meningkatkan profit bagi Pertamina.

“Kami dari KPI sangat mendukung subholding, sebagai manufacturing tentunya kami akan lebih fokus meningkatkan efisiensi, kami akan mencari crude lebih murah dalam meingkatkan profitability. Upaya itu secara simultan akan dilakukan,” ujarnya.

Melalui subholding, Tallulembang melihat potensi besar untuk Indonesia bisa menjadi negara eksportir dengan adanya D100. Apalagi sesuai roadmap, Pertamina akan menggabungkan sumber daya yang dimiliki, baik dari fosil, baterai, sawit, matahari, dll.

“Selanjutnya, kami menargetkan petrokimia selesai pada 2026, pada 2027 kita bisa memulai untuk kemandirian energi. Bukan hanya untuk nasional, tapi bisa ekspor, Indonesia akan menjadi next exporters diesel. Kami perlu dukungan dari seluruh stakeholder karena semua itu untuk Indonesia,” katanya. (DR)