JAKARTA – Rencana pengembangan panas bumi 4,5 gigawatt (GW) sepuluh tahun yang setara dengan 8,2% dari total rencana pembangunan pembangkit listrik nasional 56 GW,  meskipun menurun tetap dalam skenario pencapaian 23% porsi energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional 2025.

“Menunjukkan peran penting energi panas bumi dalam ketahanan energi serta merefleksikan kesiapan dan keseriusan pemerintah dan pengembang geothermal di Indonesia,” kata Prijandaru Effendi, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) di Jakarta Selasa (8/5).

Prijandaru menekankan bahwa sustainability merupakan syarat utama bagi ketahanan energi. Selain itu, tarif value juga penting diperhitungkan agar energi panas bumi bisa kompetitif.

“Yang akan kami dengungkan kepada stakeholder adalah sustainability. Sustainability akan jadi syarat utama bagi ketahanan energi,” kata Prijandaru.

Data API menunjukkan, setelah pengoperasian dua pembangkit listrik panas bumi (PLTP) baru pada m 2018 ini yaitu PLTP Karaha Unit 1 dengan kapasitas 30 MW dan PLTP Sarulla Unit 3 kapasitas 86 MW, maka total kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia mencapai 1.924,5 MW dan akan melampaui 2 GW pada akhir tahun ini.

Dalam RUPTL PLN 2018 – 2027, rencana penambahan PLTP berkurang dari 6.290 MW menjadi 4.583 MW.

“Dalam setiap program pasti ada kendala, ada tantangannya. Kita usaha semaksimal mungkin untuk capai target 23% porsi EBT,” kata Rida Mulyana, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM.(RA)