JAKARTA – Pemerintah memproyeksikan anggaran subsidi energi pada Anggaran Pendapatan Belanja  Negara  (APBN) 2018 hingga  akhir tahun bengkak hingga mencapai Rp69 triliun.

Data Kementerian Keuangan, mengungkapkan outlook hingga akhir tahun subsidi energi diperkirakan sebesar Rp163,5 triliun, jauh diatas target yang sudah dianggarkan sebesar Rp94,5 triliun.

Kebijakan mempertahankan harga BBM jenis Premium membuat subsidi energi bertambah besar.

“Pada outlook ini kami sudah masukan subsidi energi akan mencapai Rp163,5 triliun. Ini lebih tinggi dari APBN yang sebesar Rp94,5 triliun,” kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (17/7).

Pada semester pertama 2018, serapan subsidi energi sudah mencapai Rp59,5 triliun. Prognosa untuk semester kedua 2018 subsidi energi mencapai Rp104 triliun. Sehingga sampai akhir tahun diproyeksikan subsidi energi bengkak menjadi Rp163,5 triliun.

Lebih lanjut dia mengungkapkan jumlah subsidi energi yang akan membengkak hingga akhir tahun terjadi untuk menanggung beban dari berbagai penugasan (kebijakan subsidi) dari  pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).

Jumlah proyeksi subsidi sudah dibicarakan bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta manajemen Pertamina dan PLN.

“Kami hitung berdasarkan jumlah subsidi yang sudah ada pada semester satu dan juga perbedaan harga diesel terhadap yang ditetapkan dengan harga yang berlangsung. Kami bahas bersama Menteri ESDM dan BUMN, beserta Pertamina dan PLN untuk melihat kondisi keuangan mereka,” papar Sri Mulyani.

Dia menegaskan penetapan kenaikan subsidi per liter untuk menjaga agar Pertamina secara neraca keuangan tetap terjaga. Apalagi  perusahaan migas  plat merah itu memiliki beban untuk menjalankan berbagai macam penugasan.

“Dari sisi operasi untuk menjalankan kebijakan subsidi itu maupun dari sisi potensi keuntungan, baik dari hulu maupun tekanan dari kegiatan hilir yang berkaitan dengan subsidi,” ungkap Sri Mulyani.

Salah satu beban yang ditanggung misalnya keputusan pemerintah agar Pertamina tidak menaikan harga BBM hingga 2018 berakhir. Padahal harga minyak dunia terus merangkak naik.

“Kami mendukung, terutama Pertamina yang sekarang harus melakukan stabilisasi dari harga subsidi BBM yang disubsidi,” kata Sri Mulyani.

Untuk PLN, sudah diberikan subsidi tambahan sebagai kompensasi tidak adanya perubahan tarif listrik ditengah kenaikan harga minyak dunia serta harga bahan baku lainnya. Padahal perusahaan harus juga menambah rasio elektrifikasi.

“PLN dalam hal ini yang tidak mengalami kenaikan harga dan mereka harus tetap melakukan ekspansi untuk elektrifikasi dan lisdes (listrik desa),” kata Sri Mulyani.(RI)