JAKARTA – Investasi kegiatan eksplorasi jadi salah satu yang dikejar Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Itu jadi syarat wajib jika mau target produksi migas terpenuhi.

SKK Migas sendiri menargetkan peningkatan investasi eksplorasi hingga US$ 3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun untuk dapat mengoptimalkan potensi hulu migas yang masih menjanjikan dan peranannya semakin dibutuhkan karena tidak hanya sebagai sumber penerimaan negara tetapi juga modal pembangunan.

Benny Lubiantara, Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja Migas SKK Migas menyatakan, meskipun secara prosentase bauran energi minyak dan gas menurun, namun dari volume mengalami peningkatan. Untuk itu, peningkatan produksi migas menjadi sebuah kebutuhan dan harus didukung penemuan cadangan migas yang baru agar produksi bisa berkelanjutan. Berdasarkan tren transisi energi maka pertumbuhan penggunaan gas akan lebih tinggi dibandingkan minyak, karena gas relatif bersih dan diterima dalam era energi transisi.

“Berbicara target peningkatan produksi migas nasional di tahun 2030 yaitu minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD), tulang punggungnya tentu adalah eksplorasi karena cadangan yang telah diproduksi harus digantikan dengan penemuan yang baru. Oleh karenanya investasi eksplorasi menjadi sangat penting”, kata Benny dalam sesi diskusi bersama media, Rabu (17/5).

Sementara itu, Muharram Jaya Panguriseng, Direktur Eksplorasi Pertamina Hulu Energi (PHE), menyatakan kebutuhan energi migas tidak turun tapi justru meningkat. Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional, pada tahun 2050 kebutuhan energi secara nasional mencapai sekitar 1.000 MTOE dengan prosentase 44% berasal dari minyak dan gas, sehingga ada sekitar 440 MTOE yang harus dipenuhi.

Pertamina Hulu Energi memiliki 3 (tiga) strategi utama, yang pertama adalah sustain, yaitu untuk area yang sudah mature (existing asset) akan terus dilakukan eksplorasi dengan konsep eksplorasi yang baru dan teknologi baru. Kedua adalah kategori growth, di mana Pertamina aktif di open area karena memiliki peluang mendapatkan big fish, tentunya dengan risiko yang besar dan biaya yang besar.

“Ketiga adalah melakukan kemitraan (partnership) yang dalam pelaksanannya tidak hanya sharing investasi tetapi juga sharing knowledge untuk menghasilkan hasil terbaik,”ungki mK

Potensi migas di Indonesia masih menjanjikan, saat ini cekungan migas yang sudah disentuh 20% yaitu sudah punya license (Wilayah Kerja) yang sudah dibor lebih kecil lagi prosentasenya. Yang belum disentuh ada 80% sehingga secara peluang masih menarik. Muharram menyampaikan bahwa tahun 2021 success ratio (SR) pengeboran oleh Pertamina sebesar 36%, tahun 2022 SR meningkat menjadi 64,7% dan hingga Mei 2023 berhasil mencapai SR 100%. Temuan sumber daya pun berhasil ditemukan dalam beberapa pengeboran antara lain sumur GQX, Manpatu 1-X, dan WLL-001.

Upaya agresif Pertamina Hulu Energi dalam melakukan aktivitas eksplorasi tidak terlepas dari tantangan yang harus dihadapi, diantaranya adalah perijinan dan pengadaan lahan, pengadaan, ketersediaan dan kesiapan rig, serta hal-hal yang terkait dengan teknis operasional dan subsurface. “Hambatan tentu selalu ada dan itu menjadi dinamika yang mesti dihadapi. Untuk menyelesaikan tantangan tersebut, kami melakukan akselerasi perijinan dan pembebasan lahan, farm in dan kontrak bersama, prioritisasi rig untuk sumur eksplorasi, penambahan data & quality assurance,” kata Muharram. (RI)