JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) menyatakan Shell berencana melepas hak partisipasi (Participating Interest/PI) Blok Masela. Shell yang menjadi mitra dari Inpex Corporation, operator di Masela saat ini menguasai 35% hak partisipasi.

Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas, menegaskan Shell masih menjadi mitra dari Inpex. Namun Shell memang sudah mengajukan pembukaan data atau open data room pada Juni 2020 sebagai persiapan untuk melepas PI Masela kepada pemerintah.

“Belum (lepas PI Masela), tapi tanda-tandanya ada sedang cari-cari partner untuk pengalihan PI. Mereka minta izin untuk buka data room,” kata Julius saat dikonfirmasi Dunia Energi, Senin (6/7).

Menurut Julius, proses pengalihan PI Masela tidak boleh berdampak terhadap target produksi gas. Untuk itu, jika benar Shell akan melepas PI, proses pengalihannya bisa rampung tahun ini juga. “Harapannya begitu, semakin cepat selesai pengalihan PI-nya akan semakin jelas dan proyek semakin lancar,” kata dia.

Julius mengaku belum mengetahui berapa persen PI yang akan dilepas Shell karena masih proses diskusi business to business. Namun setelah selesai, Shell dipastikan akan mengajukan ke pemerintah.

Shell juga tidak serta merta langsung melepas PI tersebut karena masih harus mendapatkan lampu hijau dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun SKK Migas masih optimistis kondisi ini tidak akan mempengaruhi kelanjutan proyek secara signifikan.

Proyek Masela, kata Julius, juga harus jalan terus, meskipun tertatih-tatih karena pandemi Covid-19 dan harga minyak yang rendah. “Pasti butuh persetujuan Menteri untuk pengalihan participating interest. Jalan masih panjang, tapi semoga bisa selesai tahun ini,” tegas Julius.

Kabar hengkang nya Shell dari blok Masela bukanlah yang pertama kali. Pada tahun lalu sekitar bulan Mei, Shell dikabarkan juga sudah bersiap tinggalkan Inpex di Masela. Namun baik pemerintah maupun Shell membantah kabar tersebut. Proyek lapangan gas Masela merupakan salah satu proyek terbesar di Indonesia dengan potensi cadangan gas terbesar yang pernah ditemukan mencapai lebih dari 10 triliun cubic feet (TCF).

Pada September 2015, Inpex mengajukan revisi rencana pengembangan atau Plan of Dvelopment (PoD) yang isinya terdapat peningkatan kapasitas produksi lebih besar dari 7,5 metrik ton per annum (MTPA) LNG. Kemelut sempat terjadi karena ada usulan untuk mengubah skema pengembangan dari semula dilakukan melalui pengembangan di laut menjadi di darat.

Pemerintah pun akhirnya memutuskan skema pengembangan Blok Masela harus membangun fasilitas di darat. Artinya, Inpex harus kembali mengubah perencanaan pembangunan fasilitas pengembangan. Inpex menyanggupi permintaan perubahan skema tersebut, namun dengan catatan kapasitas LNG meningkat menjadi 9,5 MTPA. Jumlah tersebut dinilai lebih sesuai dengan nilai keekonomian yang diharapkan Inpex.

Pemerintah akhirnya memberikan persetujuan kepada Inpex untuk melakukan kajian pembangunan fasilitas dengan kapasitas 9,5 MTPA LNG dan 150 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas pipa. Padahal sebelumnya pemerintah bersikeras agar LNG yang diproduksikan sebesar 7,5 MTPA dan gas pipa sebesar 474 MMSCFD. Proyek yang diperkirakan menghabiskan biaya investasi mencapai US$20 miliar tersebut ditargetkan bisa mulai memproduksi gas pada 2027-2028.(RI)