JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membentuk Sekretariat perjanjian pendanaan transisi energi Just Energy Transition Partnership (JETP) yang sebelumnya telah disepakati oleh pemimpin negara di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali tahun 2022.

Nantinya sekretariat JETP akan menjadi pusat perencanaan komperehensif yang akan dirumuskan untuk membantu penggunaan dana JETP guna mencapai target Net Zero Emissions (NZE) yang sudah dicanangkan pemerintah.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengungkapkan output selama enam bulan ke depan yang akan dicapai sekretariat yaitu untuk menyelesaikan roadmap pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara, memobilisasi investasi dan mendukung mekanisme pembiayaan yang dituangkan dalam Comprehensive Investment Plan (CIP).

“Sekretariat JETP telah terbentuk dan resmi berkantor di Kementerian ESDM, tempat ini akan menjadi pusat informasi, perencanaan dan koordinasi, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proyek JETP seperti yang diinstruksikan oleh Tim Gugus Tugas”, ujar Menteri Arifin, di sela pertemuan bersama delegasi IPG JETP, Kamis (16/2).

Dengan terbentuknya Sekretariat JETP ini, sebagai lapisan koordinasi tim gugus tugas dan pelaksanaan teknis, menurut Arifin diharapkan akan menghasilkan dampak yang bermanfaat untuk mendukung pencapaian target JETP. Bahwa fungsi sekretariat JETP adalah lapisan yang mengkoordinasikan arahan dari tim gugus tugas dan teknis pelaksanaannya, termasuk proyek-proyek JETP dan pembiayaannya.

“Tugas pertama tim gugus tugas adalah untuk mengatur kelompok kerja untuk percepatan program transisi energi JETP, yaitu sistem pembangkit, pembiayaan, dekarbonisasi sektor pembangkit, rantai pasokan dan manufaktur, serta transisi energi sosial berkeadilan,” ujar Arifin.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), mengatakan bahwa Sekretariat JETP akan langsung beroperasi dengan beberapa tugas utama yakni menyusun rencana pengembangan energi bersih, percepatan pensiun dini PLTU batubara, dan program peningkatan efisiensi energi, serta pengembangan industri pendukung EBT.

“Ini ada di dalam joint statement, termasuk pengembangan industri pendukung EBT di Indonesia, jadi tidak hanya membangun dari sisi pembangkit, tapi juga membangun dari sisi industrinya di sini,” ujar Dadan.

Alexia Latourte, Head of U.S. Department of Treasury, mengatakan bahwa Sekretariat JETP akan mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai target JETP, termasuk rencana investasi dan kebijakan yang komprehensif, yang merefleksikan target penurunan emisi Gas Rumah Kaca dan yang terpenting untuk mendukung masyarakat terdampak.

“Itulah alasan kita mengatakan ‘Just Energy Transition’, yakni transisi energi yang berkeadilan yang mempertimbangkan kehidupan dan penghidupan masyarakat terdampak di setiap tingkatan perjalanan transisi energi, sehingga tidak ada satu pun yang tertinggal,” ujar Alexia.

Adapun struktur tata kelola JETP terdiri dari tiga tingkatan, yaitu policy layers Indonesia decarbonization task force dan IPG taskforce, sekretariat JETP, dan pelaksanaan proyek.

PT SMI, sebagai country platform, berkoordinasi di tingkat proyek untuk transaction layer. Jenis proyek di bawah JETP mencakup early retirement PLTU, pengembangan PLT energi terbarukan, grid/transmisi, rantai suplai energi terbarukan, efisiensi energi, dan just transition. PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI) selaku manager pendanaan akan bermitra dengan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) yang terdiri dari Bank of America, Citibank, Deutsche Bank, HSBC, Macquaire, MUFG dan Standard Chartered serta bank pembangunan multilateral lainnya.
Penunjukan PT. SMI selaku country platform manager telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 275 Tahun 2022.

Koordinasi antar pemangku kepentingan terus dilakukan untuk mengusulkan transaksi pilot project early retirement di bawah payung JETP untuk membuktikan keberlangsungan mekanisme pasar. Koordinasi ini melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, PT PLN (Persero), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan – CIF-ACT, dan lainnya.

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo bersama Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden beserta para pemimpin negara International Partners Group (IPG) meluncurkan perjanjian internasional yaitu skema pendanaan transisi energi Just Energy Transition Partnership (JETP), pada rangkaian acara KTT G20 di Bali November 2022 lalu. IPG dipimpin Amerika Serikat dan Jepang, beranggotakan Kanada, Denmark, Uni Eropa, Perancis, Jerman, Italia, Norwegia dan Inggris. Perjanjian internasional ini dituangkan dalam joint statement yang bersifat tidak mengikat.

Indonesia merupakan negara kedua yang telah meluncurkan skema pendanaan transisi energi setelah Afrika Selatan. Bahwa model skema pendanaan JETP pertama kali diinisiasi pada pertemuan COP26 di Glasgow tahun 2021 lalu. Dalam perhelatan itu, Afrika Selatan dan International Partners Group (IPG) yang terdiri atas Prancis, Jerman, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa mengumumkan skema pendanaan JETP jangka panjang sebesar US$8,5 miliar.

Adapun implementasi JETP dengan nilai pendanaan sebesar US$20 miliar atau setara dengan 300 triliun rupiah berasal dari investasi publik dan swasta dalam bentuk hibah dan pinjaman bunga rendah, diharapkan dapat mempercepat dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan dengan target yaitu:

– Peaking emisi sektor ketenagalistrikan diproyeksikan terjadi pada tahun 2030, lebih cepat dari proyeksi awal;
– Emisi sektor ketenagalistrikan tidak melebihi 290 juta ton CO2 di tahun 2030, lebih rendah 67 juta ton CO2 dibandingkan nilai baseline BaU sebesar 357 juta ton CO2;
– Net zero emissions sektor ketenagalistrikan pada tahun 2050, lebih cepat 10 tahun dari proyeksi awal;
– Mempercepat pemanfaatan energi terbarukan setidaknya 34% bersumber dari energi terbarukan pada 2030.