JAKARTA – Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK) yang akan berperan mengelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (Migas), termuat dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Pembentukan BUMNK adalah bagian dari klaster kemudahan berusaha dari 11 klaster RUU Cipta Kerja. Dalam hal ini, pemerintah dapat menugaskan PT Pertamina (Persero) atau BUMN lain sebagai BUMNK.

“Belum diketahui bagaimana akhir rencana tersebut apakah kelak akan dibentuk satu atau dua BUMN, yang berkaitan dengan peran SKK Migas ke depan. Hal ini tentu tidak lepas dari kepentingan berbagai pihak untuk memperoleh manfaat. Terlepas dari banyaknya kepentingan, pilihan yang diambil mestinya sesuai Pasal 33 UUD 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 36/2012 dan kepentingan strategis nasional,” kata Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Jumat (15/5).

Marwan menekankan, sesuai Pasal
33 UUD 1945 maka negara harus berdaulat atas sumber daya alam (SDA) migas. Bentuk kedaulatan dan penguasaan negara dapat terwujud melalui lima aspek kekuasaan, yakni membuat kebijakan yang ada pada pemerintah, mengurus atau menerbitkan izin (pemerintah), mengatur dan membuat berbagai peraturan (pemerintah dan DPR), mengelola (BUMN), dan mengawasi (pemerintah dan DPR). Dengan demikian, SDA migas akan memberi manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Menurut Marwan, mengingat pentingnya aspek pengelolaan eksploitasi SDA migas nasional, maka badan usaha yang berperan melakukannya sangat penting diatur secara tegas dan terukur dalam RUU Cipta Kerja dan RUU Migas baru.

“Skema pengelolaan melalui BHMN dalam UU 22/2001 harus diakhiri. Tidak ada alternatif lain, seperti telah diatur dalam UU 8/1971, lembaga pengeloala tersebut harus ditetapkan sesuai konstitusi, yaitu berbentuk BUMN,” ujar Marwan.

Dia menjelaskan, sejauh ini pemerintah sebenarnya sudah melangkah cukup baik dengan membentuk holding migas di bawah kendali Pertamina. Oleh karenanya, akan lebih relevan dan optimal jika holding tersebut disempurnakan dengan mengintegrasikan satu BUMN baru ke dalam holding migas, berperan menggantikan tugas dan fungsi SKK Migas saat ini. Hal ini sekaligus akan mensinergikan seluruh resources nasional dan mencegah benturan kepentingan antar BUMN.

Berbagai tugas dan fungsi SKK Migas saat ini harus dievaluasi dan dipisahkan sedemikian rupa, sehingga hal-hal yang terkait pengelolaan dan bisnis migas kelak dijalankan oleh BUMN baru yang bergabung ke holding. Sedangkan yang terkait aspek regulasi, non-bisnis dan pengawasan dapat dijalankan Ditjen Migas. Hal ini sekaligus untuk mencegah wewenang yang tumpang tindih dengan fungsi Kementerian ESDM.

Selain itu, dalam membahas RUU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR perlu memperhatikan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 36/2012 ketika membubarkan BP Migas pada 2012. Dinyatakan, agar setiap pembentukan organisasi negara dan semua unitnya harus disusun berdasar rasionalitas birokrasi efisien, tidak membuka peluang inefisiensi dan penyalahgunaan kekuasaan.

“Keberadaan BUMN yang terpisah justru berpotensi terjadinya inefisiensi,” kata Marwan.

Faktor lain adalah aset cadangan terbukti (proven reserve) migas nasional selama ini tidak termonetisasi optimal, terutama karena SKK Migas berbentuk BHMN dan tidak berbisnis. Jika SKK tergabung dalam satu holding bisnis, maka secara langsung cadangan terbukti berada di bawah kendali BUMN yang sekaligus berperan sebagai kustodian aset (custodian, berperan menyimpan dan menjaga). Dengan demikian, RUU Cipta Kerja harus memuat ketentuan holding BUMN yang berfungsi sebagai kustodian aset SDA cadangan terbukti migas nasional.

Dalam konstitusi, BUMN dirancang memiliki dan mengelola aset SDA migas agar dapat dimonetisasi dan digunakan untuk berbagai aksi korporasi. Monetisasi SDA migas oleh BUMN melalui pemberian hak kustodian atas cadangan migas nasional dapat menjadi leverage bagi BUMN berkembang lebih besar dalam meningkatkan pendapatan dan keuntungan, serta membangun infrastruktur energi dan mengakuisisi cadangan terbukti di luar negeri. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi peningkatan ketahanan energi nasional dan kesejahteraan rakyat.

Dengan menjadi kustodian, Pertamina dapat membukukan pendapatan bagian pemerintah dari first trench petroleum (FTP) dan equity to split (ETS) sebagai bagian dari penerimaan. Menurut Woodmac, sebagai kustodian Pertamina sebagai pimpinan holding akan menikmati berbagai peningkatan kinerja korporasi berupa cadangan terbukti migas, produksi migas, pendapatan korporasi dan keuntungan korporasi. Peningkatan ini diperoleh secara otomatis tanpa perlu suntikan penyertaan modal negara (PMN) dari pemerintah.

Manfaat lebih lanjut bagi holding BUMN migas adalah meningkatnya aset dan kemampuan memupuk modal untuk berinvestasi, termasuk peningkatan peringkat kredit. Peningkatan modal dan rating utang ini akan menambah kemampuan berinvestasi holding migas untuk digunakan menambah cadangan terbukti, kemampuan produksi dan membangun infrastruktur yang sangat berguna bagi peningkatan ketahanan energi nasional.

Marwan mengatakan, dengan berbagai manfaat di atas, maka sejumlah ketentuan terkait aspek penguasaan negara melalui holding BUMN migas dan kustodian aset migas oleh holding BUMN harus masuk dan ditetapkan dalam RUU Cipta Kerja.

“Sejalan dengan itu RUU juga perlu memuat ketentuan terkait peningkatan aspek good corporate governance (GCG) pengelolaan holding, termasuk mekanisme dan sistem perlindungan terhadap berbagai intervensi dan kepentingan oligarki penguasa-pengusaha yang selama ini sudah memeras dan merusak banyak BUMN di Indonesia,” tandas Marwan.(RA)