JAKARTA – Komisi VII DPR RI memastikan DPR kembali membuka pintu untuk melakukan pembahasan revisi undang-undang migas. Padahal sebelumnya revisi UU Migas dipandang sebelah mata lantaran tidak masuk prolegnas pada tahun ini.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR, mengatakan Komisi VII menilai ada urgensi yang terjadi di industri migas, terutama dari sisi hulu migas yang membuat revisi UU migas mendesak untuk segera dibahas. Untuk itu pimpinan Komisi VII DPR telah mengirimkan surat kepada Badan Legislatif (Baleg) agar ada solusi terhadap pembahasan revisi UU migas.

“Kami surat menyurat kepada Baleg, Alhamdulilah sudah direspon baik nanti akan dibahas komulatif,” kata Sugeng dalam rapat dengan SKK Migas, Kamis (27/5).

Sugeng menambahkan, revisi UU Migas berdasarkan keputusan Baleg bisa saja diterbitkan, namun setelah UU EBT terbit terlebih dulu. “Secara simultan setelah UU EBT rampung disusun, kami akan bahas langsung susun revisi UU migas,” ujar Dwi.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR, mengungkapkan tidak adanya landasan hukum yang jelas membuat target satu juta barel per hari (bph) minyak dan 12 ribu MMscfd gas yang dipatok pemerintah tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Ketiadaan dasar hukum yang jelas ini tentu langsung berdampak pada respon pemerintah terhadap berbagai program peningkatan produksi yang sudah disusun. Misalnya, lambatnya respon pemerintah soal pemberian insentif. Padahal kalau ini dijadikan undang-undang atau memiliki aturan yang jelas tentu langsung target yang dicanangkan SKK Migas memiliki dasar hukum yang jelas sehingga seluruh unsur pemerintah mau berkontribusi untuk memenuhi target.

“Tidak ada upaya yang serius bisa dilihat dari pemerintah untuk satu juta barel, karena tidak jelas dasar hukumnya apa? Satu juta barel enggak kuat, Misalnya SKK Migas bolak-balik mengajukan insentif, tapi respon pemerintah lambat,” kata Mulyanto.(RI)