JAKARTA – Proses pembangunan Kilang Bontang akan segera dilanjutkan menyusul terpilihnya calon mitra PT Pertamina (Persero), yakni konsorsium perusahaan asal Oman,  Overseas Oil and Gas LLC (OOG) dan perusahaan trading Cosmo Oil International Pte Ltd (COI) yang merupakan trading arm Cosmo Energy Group, perusahaan pengolahan minyak Jepang.

Tidak seperti pembangunan kilang lainnya, Pertamina kali ini hanya mendapatkan porsi 10%. Namun Pertamina tetap bisa bergabung dengan perusahaan patungan nantinya tanpa harus menyetorkan modal awal.

Gigih Prakoso, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko Pertamina, mengatakan porsi saham 10% dimaksudkan untuk mengurangi risiko usaha yang cukup besar. Namun porsi itu tidak selamanya, sesuai dengan syarat yang diajukan tidak tertutup kemungkinan porsi tersebut akan ditingkatkan setelah study bersama yang diawasi Pertamina dilakukan.

“Skema ini agak lain. Kami dorong partner untuk mempersiapkan desain, apabila setelah Final Investment Descision (FID) menguntungkan, baru kami akan review ambil mayoritas atau tetap minoritas. Proses awal memberikan fleksibilitas lebih kepada partner buat engineering desain dan sebagainya,” kata Gigih dalam konferensi pers di Kantor Pertamina Jakarta, Selasa (30/1).

Selain itu, Pertamina juga tidak bertindak sebagai off taker utama atau diharuskan menyerap hasil produksi Kilang Bontang. Di Kilang Bontang Pertamina lebih fleksibel menyerap hasil kilang.

Pertamina hanya akan menandatangani perjanjian joint marketing. Artinya, ketika nanti ada suatu perusahaan patungan atau entitas baru terbantuk dalam pembangunan kilang maka entitas itulah yang akan memasarkan produk Kilang Bontang.

Menurut Gigih, Pertamina tetap memiliki prioritas dalam penyerapan produk kilang sesuai dengan kebutuhan dalam negeri.

“Kalau kebutuhan dalam negeri meningkat, kami juga minta right (hak) untuk menambah volume. Itulah joint marketing. Jadi di sini Pertamina tidak menjamin offtake tertentu, tapi berdasarkan kebutuhan kita,” ungkap dia.

Nantinya ada dua skema kerja sama yang akan dikaji Pertamina bersama calon partner, yakni skema Joint Venture (JV) dimana kerja sama bisa dilakukan dalam waktu panjang mulai dari 20-30 tahun bahkan selamanya melalui perusahaan baru tersebut. Skema kedua adalah dengan Build, Own, Operate, Transfer (BOOT) seperti yang dilakukan pada pembangunan pembangkit listrik PT PLN (Persero).

“Makanya karena ingin mengendalikan proses selama studi tersebut, kami ingin masuk 10% dulu. Tapi nanti setelah FID kami akan review kembali. Kalau memang harus ambil majority position, kami akan lakukan,” kata Gigih.

Kilang Bontang merupakan salah satu dari dua kilang baru yang dibangun Pertamina. Satu kilang lainnya adalah Kilang Tuban yang dibangun bersama Rosneft.

Kilang yang akan menempati lahan milik negara ini nantinya direncanakan memiliki kapasitas mencapai 300 ribu barel per hari ( bph).

Ardhy Mokobombang, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina, mengungkapkan secepatnya akan dilakukan penandatanganan Framework Agreement (FA) sebagai awal untuk melakukan study bersama. FID sendiri ditargetkan akan selesai dua tahun dari sekarang. Setelah itu bisa langsung dilanjutkan dengan proses konstruksi.

“Perkiraan pada 2020, sekitar pertengahan, kamj sudah dapat finalnya (FID), apakah proyek ini layak untuk dimasuki ke dalam fase eksekusi. Kemudian nanti setelah 4 – 4,5 tahunan, kami akan on stream kira-kira 2025,” tandas Ardhy.(RI)