JAKARTA – Serapan gas untuk domestik tidak kunjung meningkat. Hal ini disebabkan PT PLN (Persero) sebagai salah satu konsumen utama gas justru tidak menyerap gas yang sudah dialokasikan sebelumnya dengan alasan harga lebih mahal dibanding bahan baku produksi listrik lainnya, yakni batu bara. Pemerintah pun tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi tersebut.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengaku telah menerima laporan rendahnya serapan gas PLN, namun pemerintah tidak bisa mendesak PLN untuk tetap mematuhi komitmen serapan gasnya.

“Sudah ranahnya business to business. Pemerintah sudah teruskan itu (bahas) tapi itu corporate action,” kata Rida di Jakarta,  belum lama ini.

Rida mengatakan tidak seesuainya serapan gas PLN bahkan sudah masuk dalam pembahasan Menteri ESDM. Namun jika dilihat dari klausul kontrak yang ada ternyata terdapat ketentuan bahwasanya PLN bisa tidak serap gas yang sudah dikontrak apabila harga gas dianggap mahal.

PLN bersedia untuk membeli gas dengan harga tinggi asalkan perusahaan setrum itu mendapatkan insentif lainnya, berupa kompensasi.

“Mereka sudah berkontrak, tapi itu memungkinkan PLN kalau boleh tidak beli kalau kemahalan. Kami tidak bisa intervensi untuk segera serap LNG domestik, kecuali bisa kasih kompensasi,” ungkap Rida.

PT Pertamina (Persero) sebagai pengelola Kilang Bontang, terikat kontrak untuk menyerap dan mengolah gas yang seharusnya diserap PLN. Sedikitnya 11 kargo yang batal diserap oleh PLN dari total 17 kargo yang sudah dialokasikan dan sudah terkontrak, sehingga hanya enam kargo yang diserap. Rendahnya serapan ini juga langsung berimbas pada realisasi lifting gas nasional.

Wisnu Prabawa Taher, Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan realisasi lifting gas nasional berada di di kisaran 86% dari target atau 5.913 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari target sebesar 7.000 MMSCFD.

Menurut Wisnu penyerapan oleh buyer cukup menentukan, salah satunya kargo LNG di Bontang yang belum diserap maksimal Pertamina sebagai buyer. “Akhirnya menyebabkan harus ada penurunan intake gas di Bontang, rata-rata sekitar 200 MMSCFD dari semua produsen gas di Kaltim, sejak awal Juni 2019 hingga saat ini,” kata Wisnu.(RI)