JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berpotensi mendapat suntikan dana tambahan dari pemerintah berupa pembayaran piutang maupun selisih harga jual bahan bakar minyak (BBM).

Arief Budiman, Direktur Keuangan Pertamina, mengatakan pemerintah saat ini masih mengaudit piutang yang berasal kekurangan pembayaran subsidi.

“Pada 2017 ada kekurangan (subsidi), sedang dipertimbangankan selisihnya ditagihkan ke pemerintah,” kata Arief saat ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Jumat (31/8).

Menurut Arief, Pertamina juga berpotensi mendapatkan dana dari selisih harga jual BBM pada 2016 yang dipertimbangkan pemerintah untuk menjadi hak Pertamina. “Itu baru diputuskan jadi hak badan usaha. Itu selisih harga antara ketetapan dengan formula,” kata dia.

Tidak hanya itu, pemerintah juga sebelumnya telah menetapkan adanya tambahan subsidi solar pada 2018. Subsidi yang sebelumnya hanya Rp 500 per liter menjadi Rp2.000 per liter atau diberikan tambahan Rp1.500 per liter.

Arief mengatakan, penambahan subsidi tidak perlu merubah Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018. Hanya tinggal menunggu payung hukum perubahan subsidi yang sudah disiapkan Kementerian ESDM.

Tambahan subsidi tersebut dihitung selama 2018, tidak hanya diberlakukan di semester kedua.

“Sekarang sudah dalam proses perundangan. Karena dalam bentuk permen jadi harus diundangkan ke Menkumham. Permen ESDM,” kata Arief.

Kinerja keuangan Pertamina tertekan pada tahun ini disebabkan harga BBM jenis premium yang tidak naik mengikuti harga minyak dunia, meskipun sebenarnya sudah tidak lagi disubsidi. Harga solar pun diklaim sudah tidak lagi sesuai dengan harga keekonomian.

Bahkan manejemen Pertamina  sampai harus merevisi biaya investasi atau capex yang semula US$ 5,6 miliar menjadi sekitar US$4 miliar.(RI)