JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk  menyatakan keberadaan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor migas akan meningkatkan pasokan gas kepada masyarakat terutama yang dibutuhkan industri yang memanfaatkan bahan baku gas untuk produksi.

Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN, menegaskan saat ini integrasi fasilitas, infrastruktur gas serta operasi dengan  PT Pertamina Gas (Pertagas) terus dilakukan. Apalagi holding BUMN migas juga saat ini  masif melakukan pembangunan infrastruktur gas tambahan.

“Peningkatan pasokan gas melalui pembangunan pipa gas hampir di seluruh Sumatera dan Jawa,” kata Gigih kepada Dunia Energi, Jumat (23/8).

Menurut Gigih, dengan integrasi tersebut maka pasokan gas kepada pelanggan atau konsumen semakin bisa ditingkatkan dan handal, yang ujungnya harga akan semakin kompetitif.  “Konsumen bisa mendapatkan pasokan gas bumi yang jauh lebih murah dari LPG dan BBM,” katanya.

Kondisi harga gas yang lebih murah dibanding LPG dan BBM sebenarnya sudah terjadi, yakni melalui jaringan gas rumah tangga yang dikelola PGN.

Sepanjang semester I 2019,  PGN telah melayani lebih dari 350 ribu pelanggan dengan cakupan infrastruktur pipa gas bumi sepanjang lebih dari 10 ribu km,  termasuk jaringan gas untuk melayani sektor rumah tangga sepanjang lebih dari 3.800 km.

PGN mengembangkan teknologi infrastruktur beyond pipeline baik berbasis Compressed Natural Gas (CNG) maupun Liquified Natural Gas (LNG) diberbagai wilayah di Indonesia. Salah satu inovasi untuk menjaga ketahanan keberlanjutan pasokan di wilayah Jawa Timur, saat ini PGN akan mengoperasikan LNG di Teluk Lamong, Jawa Timur.

Selain itu, terdapat beberapa infrastruktur utama yang telah dan dalam tahap penyelesaian seperti proyek pipa transmisi Duri-Dumai sepanjang 67 km, jaringan pipa transmisi Gresik-Semarang sepanjang 258 km yang telah mencapai 98%.

Di sisi lain, pelaku industri mempertanyakan dampak pembentukan holding BUMN migas yang menggabungkan PGN ke dalam PT Pertamina (Persero), karena efisiensi yang berujung pada harga gas kompetitif belum dirasakan konsumen gas hingga saat ini.

PGN kata Gigih sebenarnya selama ini sudah mempertahankan harga gas yang kompetitif kepada industri selama hampir tujuh tahun.

“Harga PGN ke industri sudah berhasil dipertahankan hampir selama tujuh tahun tanpa ada kenaikan harga. Hal ini sudah banyak memberikan manfaat untuk perkembangan industri di tanah air,” kata Gigih.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan apa yang disampaikan pelaku industri terkait keberadaan holding migas wajar karena  itu yang dijanjikan pemerintah saat pembentukan holding BUMN migas. Masalahnya, integrasi yang dilakukan dua entitas berbeda tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

“Saya kira logis yang dituntut pelaku usaha. Mengingat salah satu poin yang disampaikan pemerintah adalah akan ada efisiensi. Namun juga perlu diingat, semua perlu proses,” ujarnya.

Komaidi menilai holding migas saat ini juga masih terus berproses sehingga belum berjalan maksimal. Sambil menunggu proses integrasi yang sedang berlangsung itu maka PGN sebagai subholding gas harus memberikan informasi yang jelas kepada industri.

“Saya kira perlu ada komunikasi yang lebih baik antara keduabelah pihak,” katanya.

Menurut Komaidi,  banyak hal-hal detail detail yang perlu diselesaikan dan dalam konteks holding ada beberapa hal yang perlu diproses, selain teknis masalah integrasi infrastruktur juga budaya para pekerja.

“SDM misalnya, menggabungkan karyawan dari dua budaya yang tidak sama,” kata Komaidi.(RI)