JAKARTA – Persaingan untuk mendapatkan pendanaan atau investasi Energi Baru Terbarukan (EBT) semakin ketat. Apalagi tidak sedikit negara-negara di belahan dunia tengah melakukan transisi energi menuju ke energi bersih. Kebutuhan dana yang besar untuk mengembangkan EBT membuat Indonesia menjadi negara yang masih memerlukan peran investor untuk melakukan transisi energi tersebut.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan beberapa negara bahkan telah mencanangkan target tidak akan lagi menggunakan energi fosil, seperti Eropa yang akan bebas fosil pada 2040, Jepang pada 2050, dan China pada 2060. Untuk itu Indonesia tidak bisa berdiam diri dan harus mengejar target-target penggunaan energi bersih. Hanya saja investasi menjadi satu kendala serius yang harus bisa dicarikan solusinya.

“Sekarang kendalanya investasi. Kalau semua negara berlomba berinvestasi di energi terbarukan, maka nanti yang akan menjadi kompetisi adalah pendanaan,” kata Arifin dalam diskusi virtual, Senin (8/3).

Persaingan tersebut harus dijawab dengan iklim investasi yang ramah bagi para pelaku usaha agar mau menggelontorkan investasinya di tanah air. Pemerintah  menyadari masih belum kondusifnya iklim investasi EBT. Untuk itu kini tengah disusun regulasi baru terkait harga listrik EBT yang diharapkan menjadi jalan tengah dari kebuntuan yang selama ini terjadi dalam pengembangan EBT.

“Dalam rancangan [Perpres] tersebut ditentukan tarif listrik dari masing-masing jenis (energi terbarukan), berapa harganya diharapkan bisa memberikan daya tarik ke investor,” kata Arifin.

Dari segi potensi, Indonesia jelas memiliki potensi energi terbarukan yang cukup besar, yakni mencapai 400 gigawatt (GW). Namun, investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi energi bersih ini tidak sedikit sehingga persaingan dalam pendanaan proyek energi terbarukan ini harus diantisipasi. “Bagaimana kita bisa membuat investor tetap tertarik masuk ke Indonesia,” kata Arifin.

Menurut Arifin, dengan harga jual listrik ke PLN yang cukup tinggi maka akan berpotensi membuat subsidi yang harus dikucurkan pemerintah jadi bengkak. Namun, dengan perkembangan teknologi yang masih, pihaknya berharap harga listrik energi terbarukan akan semakin kompetitif. Selain itu, berbagai strategi bisa dilakukan untuk menekan harga listrik, misalnya menggabukan pembangkit energi surya dan energi fosil.

“Jadi ini yang harus kita coba kombinasikan. Kalau cost-nya turun, subsidi dan kompensasinya juga akan turun,”  kata Arifin.(RI)