JAKARTA – PT Pertamina (Persero) diminta segera mencari pembeli dari kelebihan kargo gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) produksi kilang LNG Bontang. Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan kelebihan kargo tersebut sebenarnya sudah disiapkan untuk dijual di pasar spot. Namun karena harganya terlalu rendah, sehingga urung dijual. Untuk itu Pertamina diminta mencari pembeli lainnya.

Pertamina sebagai pengelola Kilang Bontang, terikat kontrak untuk menyerap dan mengolah gas yang berasal dari ENI Muara Bakau. Seharusnya gas tersebut diserap PT PLN (Persero). Namun pada awal tahun ini PLN menyatakan tidak akan menyerap seluruh gas yang sebelumnya sudah dialokasikan untuk pembangkit listrik.

“Pertamina sudah kontrak take or pay. Kalau tidak take, ya bayar, yang saya tahu itu dijual ke PLN. Sayang, PLN dan Pertamina tidak memiliki kontrak yang mengikat pengambilan 17 kargo, sehingga saat PLN mendadak tidak ambil, Pertamina tidak bisa apa-apa. Disisi lain, Pertamina sudah kontrak (dengan ENI). Mestinya dicari (pembeli gas), minta izin ke Pak Menteri (Ignasius Jonan) untuk Pertamina, ekspor dan lainnya,” kata Dwi di Gedung DPR, Kamis malam (20/6).

PLN sebelumnya meminta alokasi 17 kargo LNG, namun yang akan diserap tahun ini hanya 6 kargo. Ada kelebihan 11 kargo yang belum ada pembeli dan harus dicari oleh Pertamina. Pertamina berpotensi merugi akibat kondisi ini. Lantaran tidak ada kontrak mengikat dengan PLN.

Menurut Dwi, kondisi ini menjadi pelajaran berharga bagi Pertamina dalam bisnis jual beli gas. Pertamina pun diminta segera mengambil langkah strategis mencari cara agar tidak merugi terlalu besar.

“Ya iyalah (rugi ditanggung Pertamina) namanya bisnis. Harga gas bagus ya dia untung diam-diam saja. Bisnis gas saat harga jelek, ya tetap laksanakan. Kerugian harus tanggung. Makanya yang trading LNG itu harus fokus mengantisipasi potensi dan kadang harus swap dengan trading lain,” kata Dwi.

Disisi lain, kargo LNG PLN yang sudah terkontrak dan tidak sempat diserap tahun ini bisa digeser jadwal penyerapannya. PLN sebelumnya memprediksi akan ada perawatan besar beberapa pembangkit dengan kapasitas besar. Untuk mengantisipasi hal itu PLN  menyiapkan suplai gas. Namun ternyata perawatan PLTU berlangsung lebih cepat dari rencana, sehingga sudah bisa kembali digunakan dengan optimal. Karena harga batu bara masih merupakan bahan baku listrik paling murah karena itu PLTU lebih dipilih untuk memproduksi listrik.

“Kan bisa digeser, namanya gas make up. Gas yang kami bayarkan sekarang, meskipun tidak digunakan, nanti bisa dipakai. Supply gasnya yang nanti,” kata Amir Rosidin, Direktur Bisnis Regional PLN Jawa Bagian Tengah.(RI)