JAKARTA – Penurunan target mandatory penggunaan biodiesel untuk campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar menjadi 15% (B15) dinilai tidak akan efektif untuk meningkatkan konsumsi bahan bakar nabati tersebut. Pasalnya masalah mendasar dari stagnannya penggunaan BBN bukan hanya dari besaran campuran minyak kelapa sawit.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan selama ini kebijakan mandatory blending 20% tidak berjalan baik. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak melakukan diagnosa penyebab tidak tercapainya target blending yang ditetapkan.

“Yang terjadi sekarang, Kementerian ESDM menurunkan blending rate  target-nya, dengan harapan volume penjualan naik. Saya kira menurunkan target ini tidak menjawab persoalan mendasar mengapa permintaan biofuel stagnan selama ini,” kata Fabby kepada Dunia Energi, Rabu (18/4).

Menurut Fabby, PT Pertamina (Persero) dan produsen BBM lain sebagai off taker  tidak optimal membeli BBN dari produsen. Selain itu, ada faktor harga BBN yang menggunakan referensi harga ekspor CPO. Ini yang membuat harga BBN tinggi saat harga pasar CPO naik. Belum lagi dengan keterbatasan fasilitas blending.

“Selain itu, pengawasan di tingkat lapangan dan sanksi kepada penyedia BBN tidak pernah dilakukan jika gagal memenuhi target blending,” tukasnya.

Fabby mengatakan pemerintah seharusnya tidak hanya membuat target, dan berharap target itu terpenuhi melalui mekanisme pasar. Pemerintah juga harus melakukan upaya-upaya untuk memastikan target  tercapai, melalui kebijakan dan aturan, penegakan aturan yang konsisten.

“Kemudian insentif untuk menurunkan biaya produksi BBN, dan promosi pada sisi pengguna,” kata Fabby.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, sebelumnya mengatakan tidak masalah jika campuran minyak kelapa sawit dikurangi pada solar,  namun dengan catatan konsumsinya tidak turun.

Kementerian ESDM bahkan telah memproyeksikan dalam 12 bulan kedepan ada penambahan konsumsi dengan volume sekitar 1 juta kilo liter (KL).

“Mulai Mei nambahnya dalam kurun waktu 12 bulan ke depan tambahan satu juta jadi 3,5 juta KL kelapa sawit untuk ditambahkan di solar,” kata Jonan.

Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan penurunan target mandatory jelas sebuah kemunduran, karena tidak sesuai dengan roadmap yang telah disusun.

“Sudah ada roadmap, baik dari sisi suplai atua penyerapan hanya saja melihat beberapa faktor ada komplain dari kererta api kemudian industri berat,” ungkap Syamsir.

Lebih lanjut Syamsir membeberkan  Kementerian Perindustrian sudah mengevaluasi penerapan B20 yang telah dilaksanakan. Ia pun mengakui jika ada beberapa tantangan dan masalah dalam penyusunan dan peerapan standar ada rekayasi teknologi yang harus diperbaiki atau komponen biayanya meningkat.

“Filter ditambah dan sebagainya jadi itu maksudnya dievaluasi,” ungkap dia.

DEN berencana akan membahas hal ini lebih lanjut dengan pemerintah karena DEN hanya memberikan usulan sementara eksekusi dilakukan oleh pemerintah. “Harusnya tahun ini B20 dan 2019 B30. Kan ada roadmapnya,” tegas Syamsir.(RI)