JAKARTA – Rencana pemerintah untuk merevisi Perpres No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) sebaiknya mencantumkan dengan jelas larangan penggunaan BBM bersubsidi oleh kendaraan mewah dan kendaraan dinas. Hal itu perlu dilakukan agar kuota BBM bersubsidi lebih tepat sasaran.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, mengungkapkan bahwa perlu pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan mewah dan kendaraan dinas.

“Bila tidak, maka diperkirakan kuota BBM bersubsidi yang ada akan “jebol”, dan ini akan merugikan keuangan pemerintah dan makin menguras anggaran negara,” kata Mulyanto, di Jakarta, Kamis (2/6).

Dia menilai dalam rangka pembatasan dan pengawasan, didorong pembayaran yang bersifat nontunai. Misalnya menggunakan aplikasi MyPertamina merupakan jalan yang tepat. Pengalaman dengan aplikasi Peduli Lindungi dalam penanganan COVID-19 memperlihatkan hasil yang positif. “Tentu saja implementasinya dilaksanakan secara bertahap dimulai dari daerah-daerah yang siap,” ungkap dia.

Menurut Mulyanto, dari data yang disampaikan Pertamina, terjadi peningkatan volume Pertalite sebesar 14% setelah adanya kenaikan harga Pertamax per 1 April 2022. Pada saat yang sama, terjadi penurunan volume penjualan Pertamax sebesar 26%. Ini menunjukkan ada migrasi pelanggan Pertamax menjadi pelanggan Pertalite.

Hal ini disebabkan, kata dia, karena terjadinya pemulihan  pertumbuhan ekonomi, yang meningkatkan mobilitas masyarakat dan kebutuhan BBM. “Namun demikian, karena daya beli masyarakat yang belum pulih benar, dan disparitas harga BBM subsidi dan BBM nonsubsidi yang cukup lebar, menyebabkan terjadi migrasi pengguna BBM non-subsidi menjadi pengguna BBM bersubsidi,” jelas Mulyanto.

Antisipasi Pemerintah yang didukung DPR RI untuk menaikan kuota BBM bersubsidi baik Solar maupun Pertalite telah disepakati. Dimana kuota baru Pertalite menjadi sebesar 25,35 Juta KL (naik 10% dari kuota awal). Kuota ini hanya akan cukup mengcover kenaikan volume Pertalite yang sebesar 14% kalau dilaksanakan pembatasan segmentasi Pertalite yang lebih ketat.

Beberapa waktu lalu DPR telah menyetujui tambahan anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan LPG untuk  2022 sebesar Rp266.6 triliun. Tambahan anggaran ini diberikan kepada Pertamina karena terjadi perubahan asumsi harga ICP (Indonesian Crude Price) dalam APBN 2022, dari sebelumnya sebesar US$63/barel menjadi US$100/barel. Dengan demikian total anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan LPG untuk tahun 2022 menjadi sebesar Rp362.5 triliun.

“Bila pembatasan pengguna BBM bersubsidi tidak dilakukan, dikhawatirkan kuota BBM bersubsidi yang ada akan dilampaui dan ini akan menambah berat beban keuangan negara.” kata Mulyanto.

Sebelumnya, Dunia Energi memberitakan tentang rencana pemerintah untuk merevisi golongan konsumen yang berhak menggunakan BBM subsidi dan khusus penugasan atau Pertalite. Saat ini, beleid tersebut masih difinalisasi dan diharapkan bisa segera terbit dalam waktu dekat. Poin utama dari revisi nantinya adalah terkait konsumen mana saja yang berhak menggunakan Pertalite. (RI)