JAKARTA – Niat pemerintah untuk memonetisasi emisi karbon sudah tidak lagi terbendung, terutama emisi karbon dari industri migas. Saat ini pemerintah menyusun regulasi terkait Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS).

Peraturan-peraturan tersebut diharapkan nantinya dapat mendukung para stakeholder dalam mengembangkan teknologi CCUS di Indonesia, tidak hanya dari aspek teknis tetapi juga dari aspek keselamatan dan ekonomi.

“Peraturan terkait CCS/CCUS ini sebelumnya telah disiapkan oleh Center of Excellence CCS/CCUS dan didukung oleh Asian Development Bank (ADB),” kata Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (25/5).

Tutuka menjelaskan CCUS merupakan salah satu solusi teknologi yang mampu mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan sekaligus dapat meningkatkan produksi migas melalui Enhanced Oil Recovery (EOR) atau Enhanced Gas Recovery (EGR). Sumber CO2 dapat diperoleh dari lapangan migas yang mengandung kadar CO2 tinggi, dari pembangkit maupun dari industri lainnya. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi kata dia mendukung penuh implementasi CCUS di sektor migas melalui CO2 EOR ataupun EGR.

Sebenarnya pada tahun 2017 Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi membentuk National Center of Excellence CCS/CCUS yang menjadi wadah pengembangan kapasitas nasional dalam penguasaan aspek teknis, keselamatan, ekonomi, sosial, serta aspek regulasi dari kegiatan CCS/CCUS. Dalam pelaksanaan Center of Excellence CCS/CCUS tersebut, LEMIGAS dan ITB ditunjuk sebagai pelaksana utama.

Saat ini terdapat beberapa studi terkait CCUS yang sedang dilakukan di Indonesia, antara lain CCUS Gundih oleh Center of Excellence ITB, JANUS dengan dukungan Ministry of Economy, Trade, and Industry (METI) Jepang.

Lalu ada Tangguh EGR di Papua Barat oleh BP Indonesia. Sukowati di Jawa Timur oleh Pertamina dan didukung oleh Center of Excellence LEMIGAS, JAPEX, dan METI.

Limau Niru di Sumatera Selatan oleh Center of Excellence LEMIGAS, JAPEX dengan dukungan METI.

Studi CCUS di sektor hilir juga akan segera dimulai, seperti sebagaimana mengelola CO2 yang dihasilkan dari Pabrik Amonia di Sulawesi Tengah.

”Selain itu, KKS juga tertarik untuk mengembangkan CCS/CCUS di lapangannya seperti Wilayah Kerja (WK) Sakakemang oleh Repsol dan Lapangan Abadi oleh INPEX,” papar Tutuka.

Selain studi CCUS per lapangan, di Indonesia juga telah dilakukan studi CO2 Source-Sink Match khususnya di area Sumatera, Jawa, dan Kalimantan yang telah dilaksanakan oleh Center of Excellence ITB. Studi ini dilaksanakan untuk memetakan sumber CO2 dan lapangan yang berpotensi untuk dilakukan injeksi CO2. Sumber CO2 ini tidak hanya dari lapangan migas, tetapi dari pembangkit listrik dan industri lainnya. Hal ini akan memberikan kemudahan dalam memetakan sumber CO2 dan potensi lokasi injeksi CO2 terdekat serta membuka kemungkinan untuk dibuat system clustering/hub sehingga injeksi dapat dilakukan dari beberapa sumber CO2 ke beberapa lokasi yang berdekatan.

“Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pengembangan CCUS membutuhkan kerja sama dengan semua pihak, baik Center of Excellence CCS/CCUS, Badan Usaha, Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga terkait serta Lembaga Internasional. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi akan selalu mendukung stakeholder yang ingin mengembangkan teknologi CCUS untuk diterapkan di Indonesia,” kata Tutuka.