JAKARTA – Pemerintah masih terlihat optimistis dengan target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025. Namun pada kenyataannya di lapangan pemerintah sepertinya mulai meyadari tantangan semakin berat untuk mencapai target tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri menilai target bauran EBT makin berat terealisasi dengan adanya pandemi Covid-19.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan untuk urusan potensi EBT di Indonesia tidak perlu diragukan. Namun pandemi memberikan dampak yang serius terhadap target yang telah dicanangkan.

“Pada 2020 kontribusi EBT mencapai 11% dan kita mempunyai target 2025 mencapai 23%. Target tersebut cukup berat karena saat ini kita mengalami dampak dari pandemi Covid-19,” kata Arifin disela Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia secara virtual, Selasa (27/7).

Pernyataan Menteri ESDM cukup wajar lantaran dari tahun ke tahun persentase bauran EBT tidak meningkat secara signifikan. Dari potensi EBT yang bisa mencapai 417,8 gigawatt (GW), namun kapasitas terpasangnya pada tahun lalu baru mencapai 10,4 GW.

Menurut Arifin, teknologi menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan penggunaan EBT di tanah air. Ini bisa dipahami karena komponen pembangkit listrik EBT sampai sekarang masih banyak yang diimpor. Untuk itu Arifin mendorong peneliti tanah air untuk bisa berlomba menemukan teknologi tepat untuk mempercepat penerapan EBT di tanah air.

“Kami berharap BPPT dan BRIN akan bisa mempercepat penetrasi teknologi untuk bisa memanfaatkan sumber EBT kita,” kata dia.

Arifin mengatakan untuk dapat menuju net zero emission, maka penggunaan bahan bakar fosil berangsur-angsur akan dikurangi dan diganti dengan sumber EBT. Oleh karena itu, perlu masa transisi bagaimana EBT bisa masuk tanpa menimbulkan masalah teknis dan sosial.

“Jadi untuk itu kita perlu melakukan program secermat mungkin. Kami melihat untuk menuju energi hijau, kita harus segera mensubtitusi energi, melakukan konversi energi primer fossil,” kata Arifin.

Terlebih dalam perjanjian paris, target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia, yakni sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Adapun di tahun 2020 sektor energi telah menyumbang penurunan emisi karbon hingga 64 juta ton.(RI)