JAKARTA – Pembentukan induk usaha (holding) BUMN minyak dan gas merupakan gagasan dan kebijakan yang telah disepakati di masa lalu dan sejalan dengan kebutuhan penyediaan energi yang berkelanjutan. Namun pelaksanaannya harus sesuai dengan amanat konstitusi, undang-undang (UU) yang berlaku dan kepentingan tata kelola perusahaan yang baik.

“Untuk itu, berbagai UU dan peraturan yang sejalan dengan itu perlu pula diterbitkan,” kata Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) di Jakarta, Senin (26/3).

Seiring terbentuknya holding migas, kompetisi yang selama ini berlangsung antara kedua PT Pertamina Gas, anak usaha PT Pertamina (Persero) dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk akan berakhir.

Kompetisi antar perusahaan negara itu telah menyebabkan tumpang tindih pembangunan jaringan pipa gas di daerah yang padat konsumen dan kevakuman jaringan pada wilayah minim konsumen. Kondisi tersebut telah menyebabkan tidak optimalnya pembangunan infrastruktur dan pelayanan gas nasional.

Melalui holding migas diharapkan pembangunan infrastruktur dan pelayanan gas yang komprehensif dengan harga terjangkau akan lebih meluas dan merata ke seluruh wilayah Indonesia.

Di samping terciptanya sinergi, efisiensi dan efektivitas pengelolaan industri  migas nasional, masuknya PGN ke dalam naungan Pertamina (Persero) akan meningkatkan leverage dan kapasitas investasi korporasi ke depan.

“Holding BUMN migas ini pun perlu dan harus berkembang, bukan saja menjadi perusahaan migas, tetapi menjadi perusahaan energi yang terus membesar. Hal ini akan membuat holding BUMN mampu menyediakan kebutuhan energi yang terus meningkat setiap tahun secara berkelanjutan. Serta siap pula bersaing di kancah global,” ungkap Marwan.

Dia menambahkan, pemerintah perlu memperjelas visi dan misi holding BUMN migas untuk tidak hanya fokus mengelola bisnis migas, tetapi harus berkembang dan fokus pada bisnis energi. Untuk itu pemerintah perlu menyiapkan grand design bisnis holding BUMN, salah satunya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam PP tersebut, porsi penggunaan gas dan energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional meningkat signifikan dan peningkatan tersebut harus mampu dipenuhi holding migas tersebut.

Menurut Marwan, pembentukan holding BUMN migas merupakan hal yang tepat untuk diimplementasikan. Apalagi, pembentukan holding sektor migas bersamaan dengan pembentukan holding-holding sektor lain seperti perbankan, tambang, konstruksi, dan lain-lain. Pembentukan holding BUMN merupakan kebijakan strategis yang telah disepakati  pemerintah dan DPR pada masa lalu, jauh sebelum pemerintahan Jokowi-JK.

Pembentukan holding yang telah dicanangkan dan menjadi kesepakatan lembaga negara pada masa lalu, namun pelaksanaannya pemerintah tetap perlu memperhatikan dan mematuhi berbagai aspek terkait, seperti aspek-aspek konstitusional, legal, kelembagaan, dan governance Terkait aspek konstitusional misalnya, pemerintah tetap harus menjaga terwujudnya penguasaan negara sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Dalam hal ini aspek penguasaan negara melalui pengelolaan oleh holding BUMN harus tetap terjamin walau pun kelak terbentuk berbagai anak-anak perusahaan.

Dalam aspek legal dan kelembagaan, pembentukan holding migas tetap harus mematuhi berbagai UU dan peraturan yang berlaku. Misalnya dalam penyertaan modal negara pada PGN ke dalam Pertamina, maka pemerintah harus mematuhi mekanisme APBN dan mendapat persetujuan DPR, sesuai UU No.17/2003 tentang keuangan negara. Jika hal ini belum ditempuh, maka meskipun PP pembentukan holding telah terbit, pemerintah mungkin dapat segera melakukannya, sehingga pelanggaran UU dapat dihindari.

Aspek legal dan kelembagaan lain misalnya adalah akan hilangnya kontrol pemerintah dan DPR secara langsung pada BUMN yang kelak menjadi anak perusahan holding, akibat perubahan bentuk perusahaan dari perusahaan negara menjadi perusahaan swasta. Penggabungan PGN sebagai anak usaha Pertamina juga akan berakibat pada hilangnya pengawasan keuangan negara oleh BPK, BPKP dan KPK atas anak usaha holding tersebut. Untuk itu pemerintah perlu menjamin dan mencari cara agar kehilangan berbagai mekanisme kontrol tersebut dapat diatasi, misalnya dengan menetapkan berbagai ketentuan dalam UU Migas baru atau penerbitan PP yang baru.

Dengan pembentukan holding  migas, masyarakat pun dapat pula dirugikan. Misalnya jika selama ini, sesuai UU No.19/2003 tentang BUMN, rakyat mendapatkan pelayanan dari perusahaan negara melalui kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO), maka dengan berubah menjadi PT atau anak perusahaan holding, berbagai pelayanan yang diterima tersebut akan hilang. Untuk itu, agar UU tidak dilanggar dan dukungan masyarakat tetap dapat diperoleh, pemerintah harus mencari jalan dan membuat aturan baru agar berbagai kewajiban PSO dapat terlaksana meskipun perusahaan tersebut telah berubah status.

Dalam aspek finansial, pemerintah perlu menjamin bahwa mekanisme penggabungan perusahaan-perusahaan yang ada dalam holding tidak merugikan negara dan rakyat. Seperti diketahui, terdapat beberapa mekanisme yang dapat ditempuh jika ingin menggabungkan PGN dengan Pertagas. Misalnya, jika bisnis dan infrastruktur Pertagas digabungkan ke dalam PGN, maka nilai kontribusi peningkatan modal negara ke dalam PGN tersebut harus dihitung secara akurat dan objektif.

Di sisi lain, nilai saham seluruh pemegang saham publik di PGN harus terdilusi, kecuali jika mereka turut berkontribusi meningkatkan modal secara proporsional dengan peningkatan modal negara tersebut.

Pembentukan holding migas juga perlu diiringi dengan perbaikan aspek governance melalui tata kelola korporasi BUMN yang baik, atau good corporate governance (GCG). Pemerintah harus terus melakukan kontrol untuk menghindari praktik KKN seperti terjadi di masa lalu. Penerapan GCG dalam bentuk transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian dan kewajaran yang  akan meningkatkan kinerja dan akuntabilitas BUMN perlu ditingkatkan.

“Untuk itu, seiring dengan pembentukan holding BUMN migas, perlu dilakukan perbaikan sistem GCG, misalnya melalui perbaikan dalam UU migas atau penerbitan PP khusus tentang GCG holding,” kata Marwan.(RA)