JAKARTA – Salah satu penyumbang terbesar carbon dioxide yang mencemari lingkungan adalah asap knalpot kendaraan bermotor yang menggunakan energi fosil. Untuk meminimkan carbon dioxide itu Pemerintah menerapkan program transisi energi untuk mencapai target zero carbon pada 2060. Salah satu program transisi energi itu adalah mendorong migrasi dari kendaraan bermotor berbahan bakar energi fosil ke kendaraan listrik.

“Untuk mencapai migrasi tersebut, Pemerintah berupaya menciptakan ekosistem industri kendaraan bermotor, baik dalam produksi, maupun pemasaran kendaraan listrik,” kata Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Selasa(21/2).

Di sisi produksi, kata Fahmy, Pemerintah menciptakan keterkaitan industri dari hulu hingga hilir melalui berbagai kebijakan antara lain melarang ekspor bijih nikel, hilirisasi bijih nikel untuk menghasikan prduk turunan, produksi baterai listrik hingga kedaraan listrik. Di sisi pemasaran, Pemerintah berupaya untuk menciptakan pasar kendaraan listrik dengan mewajibkan pengunaan Kendaraan Bermotor listrik berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas bagi pejabat Pemerintah Pusat dan Daerah.

“Berhubung pasar kendaraan dinas tidak begitu besar, penciptaan pasar kendaraan listrik diperluas pada konsumen perorangan melalui pemberian subsidi bagi setiap pembelian kendaraan listrik. Dalam pemberian subsidi, Pemerintah mensyaratkan kendaraan listrik harus diproduksi di Indonesia dengan tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 85%, yang diproduksi oleh putra-putri Indonesia,” ujar Fahmy.

Fahmy menyampaikan bahwa untuk mendukung program Pemerintah dalam migrasi ke kendaraan listrik, V STORK Indonesia bekerja sama dengan PT WIKA Industri Manufaktur, PT Pos Indonesia, PT Nalendra Halilintar Samudera, dan Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta memproduksi dan memasarkan Qylo sepeda motor listrik. Qylo merupakan kendaraan listrik yang akan diproduksi di Yogyarta dan Tanah Laut Kalimantan Selatan, yang sepenuhnya diproduksi oleh Putra-putri Indonesia. “TKDN Qylo sudah mencapai 85%, hanya komponen baterai masih diimpor. Qylo tidak hanya dipasarkan di pasar dalam negeri, tetapi juga di pasar Singapore dan Philippine,” ungkap Fahmy.

Ia berharap tidak hanya V STORK saja yang memproduksi kendaran listrik di Indonesia, tetapi juga akan hadir perusahaan nasional lainnya yang memproduksi dan memasarkan kendaraan listrik, sehingga Indonesia tidak hanya dijadikan sebagai pasar bagi kendaraan listrik impor.

“Untuk mencapainya, perlu dukungan semua pihak, yakni Pemerintah, pengusaha dan perguruan tinggi, yang secara terintegrasi mengembangkan kendaraan listrik secara inovatif berkelanjutan,” ujar Fahmy Radhi.(RA)