JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membentuk tim khusus bersama PT PLN (Persero) dan perusahaan batu bara guna memastikan penggunaan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, mengatakan tim tersebut bergerak apabila terdapat laporan terkait kurangnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik.

“Jadi kalau ada sesuatu itu kami langsung responsif bergerak. Nanti kami cek masalahnya apa,” kata Bambang saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Kamis (24/5).

Dia menegaskan akan ada sanksi untuk perusahaan tambang batu bara yang tidak memenuhi ketentuan minimal DMO sebesar 25%, yakni pengurangan jatah produksi pada tahun berikutnya.

Menurut Bambang, salah satu fungsi tim untuk memastikan pasokan di Tanjung Awar-Awar yang memang selalu dilaporkan stock-nya mengalami kekurangan.

“Tapi setelah kami cek itu karena stockpilenya yang sama unloadingnya tidak memenuhi. Jadi, akhirnya pada hitungannya misalnya rata-rata 14 hari, jadi kurang dari itu. Tapi yang lainnya kami memberi tanda merah hijau biru untuk melihat kecukupan stock berdasarkan hari,” ungkap Bambang.

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 23 K/30/MEM/2018, persentase DMO minimal 25% diwajibkan untuk para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah memasuki tahap operasi produksi.

Bagi perusahaan yang tidak memenuhi persentase minimal DMO tersebut, akan dikenakan sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahun berikutnya Selain itu, pengurangan kuota ekspor pun akan dikenakan sesuai jumlah DMO yang tidak terpenuhi.

Apabila perusahaan ingin mengajukan ekspor tambahan kembali maka harus dipenuhi dulu syarat DMO.

“Kalau tidak mau mensuplai (kebutuhan domestik) pertama RKAB akan dikurang. RKAB tahun depan akan dikurangi sesuai dengan kewajiban,” kata Bambang.(RI)