JAKARTA – Semburan gas dan tumpahan minyak dari sumur YYA-1 Lapangan YY di Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang dikembangkan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) telah berhasil dihentikan sejak Minggu (22/9). Keberhasilan berkat pengeboran relief well atau sumur penyumbat yang telah menembus sumur YYA-1.  Untuk melakukan pengeboran relief well, tidak sedikit biaya yang telah digelontorkan perusahaan.

“Terkait biaya relief well itu sekitar US$7,5 juta sampai US$10 juta‎,” kata Dharmawan H Samsu, Direktur Hulu Pertamina di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin (23/9).

Tidak hanya untuk pemboran, PHE juga harus merogoh kas internal untuk peralatan menangkap tumpahan minyak (oil boom), biaya pemasangan jaring, biaya apresiasi para pekerja, biaya logistik pekerja dan relawan, biaya penyebaran kapal penangkap tumpahan minyak serta biaya kompensasi bagi masyarakat terdampak dan lain sebagainya.

“Biaya yang dikeluarkan dalam penanggulangan ini, mulai dari peralatan 8.000 spill boom, pemasangan waring, pemasangan jaring di darat, kemudian biaya apresiasi kerja, dan biaya untuk logistik. Tim juga membutuhkan deployment dari kapal, biaya relief well. Jadi biaya-biaya ini kami hitung, biaya ini yang dibutuhkan untuk menahan akibat tumpahan minyak. Kami pastikan biaya ini full audited,” ungkap Dharmawan.

Meski belum memiliki nilai pasti berapa besar dana yang telah digelontorkan untuk merespon insiden tersebut, Dharmawan memastikan kondisi keuangan PHE tetap sehat dan tetap menjadi andalan untuk menyetor deviden ke Pertamina.

“PHE adalah perusahaan yang sehat. Tahun lalu sumbang laba dan dividen serta pajak yang besar dan bagus. Kekuatan keuangan PHE cukup bagus. Kami upayakan yang terbaik agar kinerjanya tumbuh,” kata Dharmawan.

Pertamina menyatakan sumber kebocoran telah ditutup pada Sabtu, 21 September lalu pukul 10.30 WIB. Incident Management Team (IMT) berhasil melakukan penetrasi penyumbatan dari relief well ke sumur YYA-1 dari kedalaman 8.964 kaki. Sehingga kedua sumur tersebut terkoneksi.

Sumur sendiri ditargetkan sudah tertutup seutuhnya pada 1 Oktober mendatang. Pekerjaan selanjutnya adalah pembayaran kompensasi kepada masyarakat serta pemulihan dampak lingkungan.

Meidawati, Direktur Utama PHE, mengatakan kajian untuk menetapkan formula pembayaran kompensasi bisa selesai pada akhir Oktober yang melibatkan berbagai instansi, termasuk Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP)

“Formula selesai akhir Oktober dan untuk pembayaran kompensasi ditargetkan selesai akhir November,” ujar Meidawati.

Untuk pembersihan lingkungan yang terdampak paling cepat bisa selesai pada kuartal I 2020. “Seusai dengan program kami, ini paling cepat sampai Maret 2020. Program pembersihan, revitalisasi dan pemulihan ekosistem hingga Maret 2020. Kami akan melibatkan ahlinya dari IPB, KLHK dan juga melakukan monitoring secara berkelanjutan. Jadi akan ada tim yang nanti akan mengelolanya. Jadi paling cepat sampai Maret. Itu dari sisi lingkunan,” kata Dharmawan.