JAKARTA – Bursa calon direktur utama PT Pertamina (Persero) kian memanas jelang rapat umum pemegang saham (RUPS) yang dijadwalkan berlangsung Jumat (12/6). Hanung Budya Yuktyanta, mantan direktur pemasaran dan niaga Pertamina di era Dirut Karen Agustiawan, yang semula dijagokan, namanya sedikit meredup. Justru Nicke Widyawati, direktur utama Pertamina saat ini, makin menguat dan diproyeksikan mempertahankan posisi yang sudah dijabatnya sejak akhir Agustus 2018.

Nicke dikabarkan telah mendapatkan restu untuk meneruskan kepemimpinan di Pertamina dari pemerintah. Informasi yang diperoleh sumber Dunia Energi menyebutkan, Nicke telah melakukan rapat dengan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves). Sumber Dunia Energi tidak spesifik menyebutkan apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut, namun salah satunya adalah soal masa depan kursi direktur utama Pertamina. Pertemuan mendadak itu terjadi pada Rabu (10/6) sekitar pukul 17.00 WIB di salah satu hotel elite di Jakarta. “Nicke naik lagi,” kata sumber Dunia Energi tersebut.

Jika tidak ada halangan berarti, Nicke akan ditahbiskan kembali sebagai orang nomor satu di Pertamina pada RUPS Pertamina.

Meroketnya kembali nama Nicke lantaran nama Hanung sudah terlalu sering disebut. Informasi sebelumnya menyebutkan Hanung dikabarkan telah bertemu pihak Istana dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk siap melenggang ke gedung Perwira.

Seorang eksekutif Pertamina membisikkan ada kecenderungan pihak Istana tidak terlalu suka dengan keriuhan soal nama-nama bakal calon direksi BUMN, termasuk dalam pemilihan dirut Pertamina. “Kecenderungan sekarang, Istana tidak suka ada kegaduhan,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, Nicke belum bisa dikonfirmasi. Pertanyaan Dunia Energi yang dikirim via WA pun belum dijawab. Adapun Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication, mengaku belum mengetahui soal jadwal RUPS Pertamina. Terkait soal pergantian direksi Fajriyah menyebutkan itu kewenangan pemegang saham. “Saya juga belum dapat info terkait adanya pertemu Bu Nicke dengan Pak Luhut,” katanya menjawab pertanyaan Dunia Energi.

Basuki Tjahaja Purnama, Komisaris Utama Pertamina, juga mengaku tidak tahu rencana RUPS pada Jumat besok. Soal pergantian BOD Pertamina, Basuki menyatakan hal itu bisa ditanyakan kepada Menteri BUMN. “Itu (pergantian BOD Pertamina) wewenang beliau (Menteri BUMN),” katanya kepada Dunia Energi.

Di luar menguatnya kembali Nicke, beberapa nama yang disebutkan sebelumnya masuk dalam jajaran BOD baru Pertamina seperti Insan Purwarisya L Tobing (mantan SVP HR Development Pertamina yang kini Dirut PT Pelni) dan Jamsaton Nababan (dirut PT Pertamina EP Cepu) mulai redup. Justru ada dua nama baru yang disebut-sebut telah dipangil oleh pemegang saham Pertamina. Keduanya adalah Nico Kanter (dirut PT Vale Indonesia Tbk) dan Budiman Parhusip (mantan dirut PT Rukun Rahardja Tbk).

Nicke telah menjabat sekitar dua tahun lalu sebagai dirut Pertamina berdasarkan Surat Keputusan no. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : SK – 97/MBU/ 04/2018, tanggal 20 April 2018 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan PT Pertamina.

Selama kepemimpinan Nicke, realisasi kinerja Pertamina sepanjang 2018 tidak terlalu buruk. Hal ini terlihat dari perolehan laba bersih perusahaan pada 2018 sebesar US$ 2,53 miliar atau setara Rp 36 triliun. Pada tahun itu juga Pertamina menyetorkan dividen tunai ke pemegang saham sebesar Rp 7,95 Triliun.

Sementara dari sisi pendapatan perusahaan yang sebesar US$ 57,93 miliar pada 2018 atau naik dari pendapatan pada 2017 yang sebesar US$ 46 miliar. Realisasi EBITDA sebesar US$ 9,20 miliar naik 27% dibandingkan tahun sebelumnya senilai US$ 7,26 miliar.

Dari sisi operasional ada kenaikan produksi minyak dan gas sebesar 921,36 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD) atau naik 33% dibandingkan 2017 yang sebesar 693 ribu BOEPD. Demikian juga dengan lifting minyak mentah dan gas yang tercatat sebesar 757,26 ribu BOEPD atau naik 36% dari tahun sebelumnya yang sebesar 556,33 ribu BOEPD. Untuk menjaga keberlanjutan produksi migas Indonesia, Pertamina juga telah berhasil meningkatkan tambahan cadangan migas pada tahun 2018 mencapai 426,25 MMBOE atau 36% lebih tinggi dibandingkan realisasi di tahun sebelumnya.

Sementara itu, laba bersih Pertamina pada semester I tahun 2019 meningkat sebesar US$ 660 juta atau Rp 9,4 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018, yakni US$ 311 juta atau sebesar Rp 4,4 triliun.

Penurunan harga minyak mentah atau Indonesia Crude Price (ICP) pada semester I tahun 2019 ini sebesar US4 63 per barrel, dibandingkan pada sementer I 2018 yakni USD 66 per barrel. Dengan menurunnya harga ICP, biaya operasional pun turun.

Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch, menilai jika Nicke melanjutkan kepemimpinan Pertamina berarti pemegang saham masih menilai kinerja Nicke masih positif. Apalagi jika melihat kondisi Pertamina ditengah pandemi Covid-19 dan penurunan harga minyak dunia.

“Program RDMP dan GRR meskipun tertatih-tatih tetap berjalan. Kegiatan di hulu migas juga masih bisa bergerak meski harus mengurangi opex mereka,” kata Mamit.

Selain itu, tambah Mamit, sektor hilir juga bisa bertahan dengan kondisi penurunan konsumsi BBM dan program BBM 1 harga tetap berjalan. “Belum lagi program LPG 3 kg yang masih berjalan,” kata dia.

Di sisi lain, Nicke bukannya tanpa kelemahan. Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada sekaligus mantan tim Anti Mafia Migas, menyatakan ada parameter lain yang membuat sosok Nicke seharusnya tidak lagi menjabat direktur utama. “Tidak adil pada konsumen BBM, yang tidak menurunkan harga BBM non-subsidi saat harga minyak dunia turun,” ujarnya. (RI)