JAKARTA – Pemerintah kembali melelang wilayah kerja atau blok minyak, West Kampar yang diputus kontraknya karena permasalahan hukum yang membelit kontraktor pendahulu, yakni PT Sumatera Persada Energi (PSE). Kontrak PSE di West Kampar seharusnya baru berakhir pada 2035.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan potensi besar masih tersimpan di blok migas yang terletak di wilayah Riau – Sumatera Utara tersebut dengan perkiraan cadangan terbukti minyak dan kondensat mencapai 8,3 juta barel. Serta dengan estimasi sumberdaya mencapai 4,3 miliar barel ekuivalen yang berasal dari tiga prospek dan 20 lead.

“Ini potensi besar. Namun total produksi terakhir hanya 112 barel per hari pada 27 Maret 2017 ,” kata Djoko di Kementerian ESDM Jakarta, Rabu (19/9).

Untuk peminat mengelola Blok West Kampar, pemerintah mewajibkan membayar bonus tanda tangan sebesar US$5 juta dan komitmen kerja pasti selama lima tahun mencapai US$ 59,038 juta untuk melakukan beberapa kegiatan eksplorasi.

“Kami wajibkan lima tahun pertama G&G, lalu wajib seismik 3D sepanjang 400 km. Lalu, ada pengeboran empat sumur eksplorasi,” ungkap Djoko.

Pemerintah menetapkan akses bid document sejak 19 September hingga 22 Oktober 2018 dengan batas akhir pemasukan dokumen partisipasi pada 12 November 2018.

Penandatanganan kontrak PSC West Kampar dilakukan pada 2005 yang seharusnya selesai pada 2035. Namun ada masalah hukum pemerintah akhirnya memutus kontrak dan ditetapkan untuk dilelang.

Menurut Djoko, pemerintah sebelumnya memproyeksikan peak produksi West Kampar bisa tercapai pada 2021. “Pada 2021 seharusnya produksi mereka diatas 1.000 barel per hari. Namun perusahaan pailit. Jadi kami lelang, sama kayak Selat Panjang. Dari Maret 2017 sudah stop produksi mereka,” ungkap dia.

Penyelesaian UtangĀ 

West Kampar merupakan wilayah kerja yang tersangkut kasus utang, sehingga kegiatan di sana tidak optimal. SPE sebagai kontraktor terlilit utang.

Menurut Djoko untuk sementara utang yang tercatat sebelum di verifikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencapai Rp 1,3 triliun. Nantinya kontraktor baru akan menanggung utang tersebut lantaran sesuai aturan kontraktor baru menanggung unrecover cost dalam lima tahun terakhir kontrak.

“Nanti yang menang harus menanggung utang utang yang ada. Nanti diverifikasi dulu ya sama SKK Migas,” tandas Djoko.(RI)