JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyayangkan belum optimalnya pemanfaatan gas melalui Bahan Bakar Gas (BBG). Padahal jika program BBG ini bisa berjalan banyak keuntungan yang didapat, selain masyarakat bisa mendapatkan harga bahan bakar terjangkau, BBG juga bisa menekan tingginya impor BBM karena sumber gas berasal dari dalam negeri.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, menyatakan selama ini memang harus diakui minat masyarakat menggunakan BBG sangat minim.

“BBG itu kan jalannya DKI Jakarta dan di Semarang juga tapi responnya kurang ya padahal kita sudah kash kebijakan bagus untuk pengusaha BBG,” kata Arifin ditemui di kantornya pada Jumat sore (21/10).

Dia menduga salah satu penyebab enggannya masyaraka beralih ke BBG adalah mahalnya ongkos untuk melakukan modifikasi kendaraan. “Mungkin ya salah satu yang harus kita pikirkan bahwa ongkos modifikasinya harus dihitung dulu secara menyeluruh keekonomiannya ongkos modifikasinya,” jelas Arifin.

Menurutnya opsi untuk memberikan insentif bagi masyarakat yang mau melakukan modifikasi kendaraan agar bisa menjadi kendaraan BBG harus tetap dibuka.

Dorongan bagi para UMKM atau bengkel kendaran juga harus dijaga karena jika minat masyarakat untuk menggunakan BBG tinggi maka bengkel-bengkel mobil nantinya juga akan menerima banyak pesanan modifikasi.

“Mungkin ya salah satu yang harus kita pikirkan bahwa ongkos modifikasinya harus dihitung dulu secara menyeluruh keekonomiannya, ongkos modifikasinya, apakah nanti ada insentif, tapi ini kan bisa membangun jugaindustri kecil menengah untuk bisa partisipasi di komponen, bagian-bagian dari BBG itu kan,” jelas Arifin.

Pemerintah kini memiliki Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) yang diusung untuk memetakan proyeksi serta pemenuhan kebutuhan energi nasional dalam beberapa tahun ke depan. Dalam GSEN yang baru saja disusun itu pemerintah memasang target tidak lagi mengimpor BBM seluruhnya pada 2030.

Dalam GSEN kebutuhan BBM untuk dalam negeri diproyeksikan akan terus naik dari 1,13 juta barel per hari (bph) pada 2020 menjadi 1,36 juta bph pada 2025 dan menjadi 1,55 juta bph pada 2030. Setelah itu, akan mencapai 1,98 juta bph di 2040. Dari seluruh kebutuhan itu, impor masih dibutuhkan untuk bensin yakni sebesar 194 ribu bph pada 2025. Pada tahun 2030 beberapa alternatif bahan bakar sudah diaplikasikan di tanah air, seperti Bahan Bakar Gas (BBG),  Bahan Bakar Nabati (BBN) dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterei (KLBB).

Untuk BBG, pemerintah menargetkan terdapat 440 ribu kendaraan dan 257 unit kapal yang akan menggunakannya dan mengurangi kebutuhan BBM setara 112 ribu bph di 2030. (RI)