Blok Cepu

Pertamina menguasai 45% hak partisipasi di Blok Cepu. Sisanya, 55% hak partisipasi dikuasai ExxonMobil yang juga bertindak sebagai operator.

JAKARTA – PT Pertamina EP Cepu, anak usaha PT Pertamina (Persero) yang memiliki 45% hak partisipasi di Blok Cepu, memproyeksikan laba bersih 2019 turun 21,8% menjadi US$647 juta dibanding raihan tahun lalu sebesar US$827,77 juta. Untuk pendapatan, Pertamina EP Cepu memproyeksikan bisa meraih US$1,8 miliar, dibanding raihan 2018 sebesar US$1,77 miliar.

“Nett profit turun karena banyak kegiatan planned shutdown sehingga menurunkan produksi dan keuangannya,” kata Jamsaton Nababan, Direktur Utama Pertamina EP Cepu di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Jamsaton, penurunan laba bersih perusahaan diperkirakan akibat penurunan kegiatan operasi, khususnya di lapangan Banyu Urip sehingga berdampak pada kegiatan produksi. Serta, kenaikan biaya produksi per barel.

Pertamina EP Cepu memperkirakan produksi rata-rata minyak Banyu Urip sebesar 208 ribu barel per hari (bph) dibanding realisasi 2018 208,8 ribu bph. Dengan memiliki hak paritisipasi sebesar 45%, jatah Pertamina dari produksi Lapangan Banyu Urip sebesar 93,96 ribu bph untuk tahun lalu dan tahun ini diperkirakan menjadi 93,63 ribu bph.

Disisi lain, biaya produksi minyak di lapangan Banyu Urip diperkirakan meningkat. Jika pada 2018 biaya yang dikeluarkan US$2,34 per barel, pada tahun ini biaya meningkat menjadi US$3,92 per barel atau meningkat sekitar 67%.

Untuk proyek lapangan Jambaran Tiung Biru, ada beberapa kegiatan yang akan dilakukan Pertamina EP Cepu dalam tahap konstruksi dan kegiatan pengeboran. Total dana investasi untuk proyek Jambaran Tiung Biru tahun ini dialokasikan sebesar US$ 310,2 juta.

“Ada proses tender pengadaan drilling rig, drilling service dan material. Serta kegiatan mobilisasi pada April 2019 dan tajak sumur pada Juli 2019,” tandas Jamsaton.(RI)