JAKARTA – Kuota penyaluran BBM Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) solar bersubsidi PT AKR Corporindo Tbk akan dialihkan ke PT Pertamina (Persero), apabila AKR tidak kunjung kembali menjual solar bersubsidi. Sejak Mei 2019, AKR tidak lagi menjual solar bersubsidi lantaran mengaku rugi dengan penugasan tersebut. AKR mengklaim formula harga solar tidak sesuai dengan keekonomian.

M Fanshurullah Asa, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), mengatakan saat ini masih dilakukan mediasi yang diinisiasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pemerintah meminta AKR untuk tetap melakukan penyaluran solar bersubsidi. Apabila pengadaan solar yang biasa dilakukan dengan impor tidak sesuai keekonomian, pemerintah meminta AKR melakukan pengadaan atau membeli melalui Pertamina.

BPH Migas juga sudah mengirimkan surat kepada Kementerian ESDM untuk segera memutuskan kelanjutan penyaluran solar oleh AKR. Jika tidak mencapai titik temu, kuota AKR akan dialihkan ke Pertamina.

“Kami sudah buat surat resmi ke Dirjen Migas, tembusan ke Menteri ESDM, Wakil Menteri ESDM, Komite BPH Migas yang meminta jawaban resmi. Karena tadi disampaikan lagi mediasi antara AKR dan Pertamina. Kami menunggu jawaban resmi Kementerian ESDM, kemudian BPH Migas bersikap. Sikapnya adalah apakah mempersilahkan menyalurkan BBM bersubsidi oleh AKR atau melalui sidang komite dengan mengalihkan kuota AKR (ke Pertamina),” kata Fanshurullah di Jakarta, Rabu (21/8).

Fanshurullah mengatakan AKR mendapatkan kuota penyaluran solar pada tahun ini sebesar 234 ribu Kilo Liter (KL). Realisasi hingga sebelum penghentian penyaluran adalah sekitar 100 ribu KL. “Berarti sisanya 130 ribuan lagi. Sisa ini yang kami alihkan (ke Pertamina),” katanya.

AKR bersama Pertamina menjadi dua badam usaha yang mendapatkan penugasan menyalurkan solar bersubsidi hingga lima tahun ke depan. Hanya saja kuota Pertamina jauh lebih besar dibanding AKR.

“Kami sampaikan sesuai SK BPH Migas 2017 akhir, penugasan JBT selama lima tahun oleh dua badan usaha. Jadi kami tunggu saja apa hasil mediasi. Kami tunggu dari Dirjen Migas. Kami push, minta segera mungkin ada keputusan,” ujar Fanshurullah.

Formula harga solar ditetapkan pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 62 K/10/MEM/2019. Aturan tersebut ditetapkan pada 2 April 2019. Kepmen tersebut menyatakan, harga dasar jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan ditetapkan berdasarkan biaya perolehan yang dihitung secara bulanan pada periode tanggal 25 sampai dengan tanggal 24 bulan sebelumnya, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin. Adapun formula harga dasar solar (Gas Oil) adalah 95% HIP Minyak Solar (Gas Oil) + Rp 802,00/liter.

Formula harga dasar ini juga dapat dievaluasi sewaktu-waktu dengan mempertimbangkan realisasi faktor yang mempengaruhi penyediaan dan pendistribusian jenis BBM tertentu

AKR sejak 12 Mei 2019 tidak lagi menjual solar bersubsidi. Setidaknya ada 58 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang terkena dampak penghentian penjualan solar ke nelayan.

Mulyadi, Head Of Retail AKR Corporindo, mengatakan sampai saat ini belum ada titik jelas terkait keluhan yang disampaikan AKR tentang formula harga. Hingga belum ada respon pemerintah, AKR tidak akan ikut menyalurkan solar bersubsidi.

“Saat ini kami berhenti karena terkait formula. Saat ini masih sedang difasilitasi Kementerian ESDM untuk dicari solusi, supaya ada jalan keluar dan bisa beroperasi lagi,” kata Mulyadi.(RI)