JAKARTA – Misteri siapa yang tengah melakukan joint study di salah satu wilayah kaya migas tanah air yakni Natuna akhirnya terkuak. Adalah perusahaan asal Kuwait, KUFPEC yang kini jadi aktor utama pemburu cadangan migas di Natuna yang jumlahnya diperkirakan mencapai 46 Triliun Cubic Feet (TCF).

Sara Al – Baker, Country Manager KUFPEC Indonesia saat ini joint study untuk Natuna D Alpha tengah berlangsung dan diharapkan hasilnya positif sehingga KUFPEC bisa melaju ke tahap selanjutnya yaitu lelang langsung.

“Ya kami telah selesaikan Joint Study di Natuna D – Alpha,” kata Sara disela konferensi pers POD Blok Anambas, Kamis (15/5).

Menurut Sara, KUFPEC mengambil kesempatan emas untuk bisa terlibat dalam pengelolaan cadangan migas di wilayah Natuna. Dia meyakini jika hasil dari joint study positif maka KUFPEC bakal memiliki proyek gas raksasa di Indonesia. “Ini adalah peluang besar di ladang gas terbesar di Indonesia,” ujar Sara.

Tarik ulur pengembangan migas di wilayah Natuna sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Pada tahun 1973, operator AGIP (General Italian Oil Company) menemukan gas di lapangan AL (Natuna D-Alpha). Semula Exxonmobil bersama dengan PTT EP adalah mitra pengelola Pertamina di East Natuna termasuk Natuna D Alpha. Namun konsorium tersebut tercerai berai sejak tahun tahun 2017 setelah Exxon hengkang dan diikuti oleh PTT EP. Pertamina memang sempat ditunjuk atau ditugaskan untuk kembangkan Natuna tapi kemudian dikembalikan ke pemerintah. Selanjutnya secara bertahap pemerintah membagi wilayah natuna menjadi beberapa bagian untuk kemudian dilelang dalam beberapa tahun terakhir.

Natuna D Alpha memang jadi salah satu “permata” migas Indonesia namun tidak banyak yang bisa dilakukan untuk memonetisasinya karena para kontraktor yang berminat sebelumnya menemukan tantangan besar berupa kandungan CO2 yang mencapai lebih dari 70%. Padahal jumlah potensi cadangannya ditaksir mencapai 46 Triliun Cubic Feet (TCF) atau dua kali lebih besar ketimbang cadangan di blok Masela yang digadang-gadang sebagai temuan gas terbesar di Indonesia sampai saat ini.

Dengan kandungan CO2 lebih dari 70% maka pengembangan area Natuna D Alpha memerlukan solusi teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage yang ekonomis. Pengembangan teknologi saat ini disinyalir jadi alasan pengembangan migas di sana mulai bisa berjalan. (RI)