JAKARTA– Tambang Batu Hijau yang dikelola PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN) diproyeksikan dapat ditambang hingga 2030 berkat efisiensi dan penggunaan teknologi sehingga dapat memasuki Fase 8 dari target awal hingga Fase 7. Usia tambang yang bertambah diperkirakan memberikan keuntungan berupa Product Domestic Brutto (PDB) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang saat ini lebih dari 95% berasal dari tambang Batu Hijau.

“Tadinya tambang Batu Hijau dinyatakan habis pada 2016. Setelah diakuisisi Grup Medco dan dilakukan efisiensi serta penggunaan teknologi usia tambang bertambah,” ujar Kartika Octaviana, Head of Corporate Communications PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), di Jakarta, akhir pekan lalu.

Vina, demikian juru bicara AMMAN ini disapa, menyatakan sebelum 2016 ketika diakuisisi Grup Medco, tambang yang sebelumnya dikelola PT Newmont Nusa Tenggara itu berada pada fase 7 yang dikatakan sudah habis cadangan emasnya. “Saat kami eksplor lagi, ternyata bisa sampai fase 8 dengan cadangan baru,” ujarnya.

Dia menegaskan, dorongan untuk eksplorasi tambang di Batu Hijau adalah keekonomian karena harga komoditas emas saat ini dalamm tren naik dan efisiensi yang dilakukan perusahaan. “Tambang Batu Hijau jelas bukan proyek rugi. Belum lagi kami masih memiliki tambang Elang yang dalam tahap eksplorasi,” katanya.

Vina menyebutkan, saat AMMAN mengakuisisi tambang Batu Hijau dari Newmont, manajemen memiliki komitmen tinggi untuk menggunakan tenaga kerja lokal sebagai sumber daya utama. Hal itu dibuktikan, sekitar 73% atau 2.700 pekerna Grup AMMAN adalah berasal dari KSB dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan pekerja nasional dan internasional Grup AMMAN mencapai 1.300. “Total dengan mitra bisnis yang tercatat 5.500 orang, ada 9.500 orang bekerja di tambang Batu Hijau. Pekerja asingnya sedikit sekali,” kata Vina.

Dia menambahkan, AMMAN memiliki komitmen tinggi dalam kebijakan hilirisasi yang diprogramkan oleh pemerintah. Hal itu dibuktikan oleh AMMAN yang tengah membangun pemurnian (smelter) tembaga yang diproyeksikan dapat beroperasi pada 2024. “Smelter yang kami bangun untuk mendukung misi pemerintah Indonesia terkait hilirisasi,” kata Vina.

Proyek smelter AMMAN saat ini mencapai perkembangan 47% atau setara dengan investasi US$ 465 juta dari total US$ 982 juta. Kapasitas produksi smelter yang dibangun terdiria tas 227 ribu ton katoda tembaga, 17,8 ton emas, 54,7 ton perak dan 830 ribu ton asam sulfat.

Priyo Pramono, Head of Social Impact AMMAN, menambahkan manajemen Grup AMMAN selalu mengedepankan transparansi dan kesejahteraan bagi pekerja. Hal itu dibuktikan dari pendekatan human-centric yang dilakukan perusahaan kepada pekerja. Manajemen AMMAN selalu mendorong budaya speak-up untuk mendengar aspirasi seluruh karyawan dan membuat correcgtive action (langkah-langkah perbaikan).

Menurut Priyo, komunikasi secara terbuka antara pihak perusahaan dan karyawan dilakukan secara intensif dan berkala melalui Lembaga Kerja sama Bipatrtit yang dicatat secara resmi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi KSB dan memiliki struktur organisasi yang terdiri atas wakil perusahaan dan karyawan. “Notulensi pertemuan yang berisi aspirasi kedua pihak disampaikan setiap enam bulan ke Disnakertrans KSB,” katanya.

Priyo juga menegatakan pengembangan kapasitas diri menjadi fokus utama perusahaan dalam melakukan kegiatan CSR. Pasalnya, AMMAN melihat di KSB ada ada 95% lulus SMA, tapi yang melanjutkan ke universitas tidak banyak, apalagi terserap dunia kerja juga lebih tidak banyak. AMMAN saat ini memiliki tiga pilar, yaitu sumber daya manusia, penguatan ekonomi dan pariwisata berkelanjutan.

“Kami riset satu tahun, hasilnya pariwisata. Kami investasi banyak untuk menjadikan KSB jadi destinasi pariwisata. Salah satunya yang ikut pengembangan SDM. Kami jauhkan mereka dari tambang, bukan untuk direkrut. Atau pekerjaan yang 10 tahun masih relevan,” katanya. (DR)