Arcandra Tahar, Wamen ESDM (kiri) dan Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas (dua dari kiri) menyaksikan penandatanganan perubahan skema kontrak Blok Duyung di Jakarta, Kamis (17/1).(Foto/Dunia-Energi/Rio Indrawan)

JAKARTA – Satu lagi kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) cost recovery berubah menjadi gross split. Kali ini Blok Duyung menyusul Blok East Sepinggan menggunakan skema kontrak gross split.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pemerintah berkomitmen untuk mempercepat berbagai proses administrasi bagi kontraktor yang memilih gross split sebagai model kontrak. Untuk itu, persetujuan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) Blok Duyung akan disetujui dalam waktu dekat.

“PoD paling lambat satu sampai dua minggu lagi akan ditandatangani, tentu dengan persetujuan Menteri ESDM,” kata Arcandra disela penandatanganan perubahan kontrak Blok Duyung di Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (17/1).

Kontrak Blok Duyung sebelumnya ditandatangani pada 16 Januari 2007 menggunakan skema bagi hasil cost recovery dan saat ini masih berstatus wilayah kerja eksplorasi dengan kontraktor West Natuna Exploration Ltd., yang merupakan anak usaha dari Conrad Petroleum.

Perubahan skema tidak mempengaruhi masa kontrak bagi hasil selama 30 tahun dari tanggal efektif kontrak awal atau hingga 16 Januari 2037. Luas wilayah kerja saat ini adalah 926,94 km2.

Seiring tambahan Blok Duyung maka kontrak migas yang menggunakan skema gross split menjadi 37 kontrak.

Sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku, biaya yang sudah dikeluarkan kontraktor pada masa eksplorasi tetap diakui dan diberlakukan sebagai biaya operasi.

Menurut Arcandra, untuk perkiraan  produksi Blok Duyung diperkirakan 44 juta kaki kubik per hari (mmscfd) dengan cadangan batas cadangan untuk keekonomian sampai 2031. “Kontrak gross split akan ditentukan berapa variabel split, angka final akan kami umumkan nanti,” ungkapnya.

Radian, General Manager Conrad Petroleum bisnis unit Indonesia, mengatakan perubahan rezim kontrak didasari harapan manajemen untuk mempercepat waktu persiapan operasi.

“Mempercepat untuk operasi kami.
Tidak terlalu lama proses pengaadan dan juga lebih mudah, apalagi kami perusahaan small – medium,” kata Radian.

Dia berharap PoD benar-benar bisa terealisasi dalam waktu dekat, sehingga tahap selanjutnya bisa segera dieksekusi.

Radian memastikan pembeli gas sudah ada dan sedang tahap pembahasan harga. Conrad Petroleum sudah menyiapkan rencana investasi  sebesar US$150 juta dan menargetkan gas akan menyembur paling lambat 2022.

“Konstruksi kami delivery 2021. Pada 2020 akhir Final Investment Decision (FID), onstream antara 2021-2022,” tandas Radian.(RI)