JAKARTA – Konflik Timur Tengah yang berkepanjangan berimbas pada ketahanan energi global. Adanya volatilitas (volatility), ketidakpastian (uncertainty), komplesitas (complexity), dan ambiguitas (ambiguity) ekonomi turut memengaruhi perkembangan penawaran (supply), permintaan (demand), dan harga minyak mentah global.

Agus Cahyono Adi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama (KLIK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan bahwa kondisi konflik di timur tengah tentu diawasi dengan ketat oleh pemerintah. Itu tidak lepas dari kondisi Indonesia yang masih menjadi negara importir energi fosil dari sana.

“Dilihat situasi belakangan ini, adanya konflik middle east mengganggu (pergerakan) harga. Apalagi demand global juga mengalami kelemahan. Ini harus yang kita memecahkan solusi terhadap volatility, uncertainty, complexity, ambiguty,” ungkap Agus Cahyono di Jakarta, Selasa (30/4).

Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini produksi minyak bumi Indonesia adalah 605.723 Barrel Oil Per Day (BOPD) dan gas bumi sebesar 6.630 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Sementara jumlah cadangan minyak bumi sebesar 2.413,2 Million Barrels of Oil (MMBO) dan cadangan gas bumi adalah 35,30 TCF. Untuk reserve to production ratio minyak bumi adalah 10,92% dan serve to production ratio gas bumi adalah 14,59%.

Agus menjelaskan pengelolaan energi di Indonesia yang masih memberikan porsi energi fosil lebih besar mengakibatkan pemerintah tengah bekerja keras mengatur mekanisme pemanfaatan dan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM). “Saat ini kami menjaga agar pasokan BBM ada. Kita akui masih terpapar suplai minyak mentah kita banyak bergantung pada impor,” ungkap Agus.

Sejalan dengan target Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, pemerintah masih menempatkan energi fosil sebagai transisi untuk pemenuhan kebutuhan energi primer sebelum sepenuhnya beralih ke energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

“Di masa transisi ini kita memang masih membutuhkan. Alhamdulillah kita masih memiliki reserve (cadanngan) dan produksi yang cukup. Ini tantangan buat korporasi untuk melakukan eksplorasi dan PT Pertamina sendiri udah mengelola sebagian besar blok-blok strategis migas untuk berkolaborasi dengan global oil company,” jelas Agus. (RI)