JAKARTA – Schneider Electric menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan dunia untuk mempercepat aksi iklim dengan upaya 3-5 kali lebih besar agar dapat mencapai pembatasan kenaikan suhu bumi sampai pada level 1,5 derajat Celsius. Dengan demikian diyakini dapat mereduksi separuh emisi karbon dioksida pada 2030 dengan membuat roadmap yang terinci dan terukur menuju net-zero emission merujuk pada studi yang dilakukan oleh Schneider Electric Sustainability Research Institute berjudul “The 2030 imperative: A race against time”.

Roberto Rossi, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, mengatakan satu-satunya roadmap yang realistis dan tercepat adalah mengombinasikan antara teknologi digital dan elektrifikasi dengan pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk mendekarbonisasi bangunan, transportasi, dan industri – atau dikenal dengan istilah Electricity 4.0.

“Di Schneider Electric, kami secara unik menjadi bagian dari solusi. Selama 15 tahun terakhir ini kami telah berhasil mengatasi banyak tantangan sustainability kami sendiri, dan mengimplementasikan solusi digital dan listrik terdepan di pabrik kami,” kata Roberto, pada konferensi pers Innovation Summit Indonesia 2021.

Innovation Summit Indonesia yang diselenggarakan pada 3-4 November 2021 merupakan bagian dari Innovation Summit World Tour, konferensi global Schneider Electric yang diselenggarakan di 11 negara.

Pada konferensi tersebut, Schneider Electric juga mengumumkan percepatan bisnis konsultasi sustainability secara global untuk memenuhi meningkatnya permintaan organisasi untuk membantu mereka mencapai kemajuan berarti dalam transisi energi dan tujuan dekarbonisasi mereka. Ekspansi divisi ini akan menggandakan praktik konsultasi perusahaan yang sudah ada sebelumnya mencakup layanan baru dan solusi digital untuk strategi keberlanjutan, aksi iklim dan manajemen risiko, pelaporan dan materialitas ESG, sirkularitas, dan keterlacakan.

Sebagai bagian dari ambisinya untuk mendorong inovasi berkelanjutan dan membangun roadmap net-zero emission, Schneider Electric membantu pelanggan di banyak sektor untuk berinovasi dan beralih ke sistem yang terbuka, dapat dioperasikan, digital, dan disederhanakan, serta cara berbisnis yang lebih cerdas.

Martin Setiawan, Business Vice President Power Products and Digital Energy Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, mengatakan perubahan iklim tidak dapat diatasi tanpa mengubah bangunan. Bangunan adalah landasan dekarbonisasi global yang mengkonsumsi lebih dari 50% listrik, 1/3 energi dan menyumbang 40% emisi karbon global. Optimalisasi proses operasional dan percepatan pengambilan keputusan berbasis data real-time perlu menjadi standar industri, di samping memberikan jaminan keamanan, kenyamanan dan kesehatan penghuni gedung.

“Mengingat 90% waktu kita dihabiskan di dalam ruangan, maka bangunan masa depan harus berkelanjutan, sangat efisien, tangguh, dan people centric. Schneider Electric melalui EcoStruxure for Buildings telah merancang, membangun, dan mengelola bangunan untuk memenuhi keempat tantangan tersebut, dan menciptakan standar baru untuk bangunan masa depan,” kata Martin.

Hedi Santoso, Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, menekankan perlunya perubahan langkah dalam efisiensi dan kelincahan melalui kecerdasan buatan, teknologi digital twin, wawasan manusia yang didukung oleh kecerdasan analitik yang canggih, dan perangkat lunak industri agnostic.

Menurutnya, untuk sepenuhnya mewujudkan janji revolusi industri 4.0, sektor manufaktur harus merangkul next-generation automation berlandaskan otomasi universal. “Mengadopsi standar terbuka secara luas untuk menciptakan inovasi dan meningkatkan efisiensi, ketahanan, produktivitas, kelincahan, dan keberlanjutan. Schneider Electric mewujudkan visi otomasi universal ini melalui solusi EcoStruxure Automation Expert, sistem otomasi industri pertama yang berpusat pada perangkat lunak dengan standar IEC61499,” ujar Hedi.(RA)