JAKARTA – Rencana PT Pertamina (Persero) untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) dinilai sebagai salah satu cara untuk mencegah mafia migas atau pemburu rente bergerak leluasa di lingkaran perusahaan migas plat merah itu. Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada sekaligus mantan anggota tim anti mafia migas, mengatakan ada dua perusahaan yang dinilai paling cocok untuk melantai di bursa dari unit bisnis hulu dan hilir.

“Kelanjutan restrukturisasi adalah IPO, anak-anak perusahan Pertamina. IPO akan membuka transparasi pengelolaan anak-anak perusahan Pertamina. Dengan IPO sekaligus memagari dari para pemburu rente,” kata Fahmy kepada Dunia Energi, Jumat (5/2).

Fahmy menilai anak-anak perusahaan yang IPO sebaiknya bukan anak perusahaan yang tidak menjalankan penugasan negara dan mendapat subsidi pemerintah. “Perusahaan tersebut di antaranya PHE dan di hilir Patra Niaga,” kata Fahmy.

Untuk tahap awal dua perusahaan tersebut sudah cukup untuk melakukan IPO. Setelah berjalan baru nanti bisa diikuti oleh perusahaan lainnya. “Tahap awal dua itu dulu untuk tes pasar, selanjutnya anak-anak perusahan lainnya, termasuk perusahan shipping,” ungkap Fahmy.

Manajemen Pertamina sejak tahun lalu sudah ditargetkan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa melantai bursa paling lambat dua tahun setelah transformasi menjadi holding dan subholding seperti sekarang.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan paling lambat kuartal IV tahun ini ada unit bisnis yang akan melantai di bursa. Sayangnya dia tidak membeberkan rinci perusahaan mana yang akan ditawarkan ke publik. “Pada kuartal III dan IV kami akan IPO salah satu unit bisnis,” tukas dia.

Menurut Nicke, dengan IPO maka kualitas manajemen dari sisi keterbukaan kepada publik akan meningkat. Pasalnya ke depan kebutuan investasi Pertamina akan terus bertambah sehingga dibutuhkan transparansi dalam mengelolanya. “Bisa juga meningkatkan transaparan dan profesionalitas dari unit usaha Pertamina ke depan,” kata Nicke.(RI)