JAKARTA – Pelaku usaha di industri transportasi maritim berkomitmen untuk berkontribusi dalam penurunan emisi namun dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan. Sama seperti halnya berbagai upaya dalam menurunkan emisi di transportasi darat, transportasi laut juga dinilai butuh insentif.

Salah satu cara untuk bisa menurunkan emisi transportasi laut adalah dari sisi penggunaan bahan bakar yakni beralih dari diesel / Marine Fuel Oil (MFO) menjadi berbahan bakar gas atau Liquefied Natural Gas (LNG).

Eka Suhendra, Direktur Perencanaan Bisnis PT Pertamina International Shipping (PIS), menyatakan bahwa PIS sedang gencar mendorong terbentuknya ekosistem bahan bakar ramah lingkungan melalui penggunaan LNG. Namun tantangan terbesarnya adalah tidak tersedianya ekosistem sehingga harga LNG untuk bahan bakar masih tinggi. Padahal dengan cadangan gas besar serta sebagai negara kepulauan, potensi penurunan emisi dari transportasi laut.

“Jadi memang tadi regulasi dari pemerintah, insentif dari pemerintah. Kaya mobil listrik contohnya, jadi kalau orang punya mobil listrik oh pajaknya kecil. Eh bisa lewat 3in1. Nah bisa nggak tuh kapal LNG? Kapal yang fuelnya LNG dapet seperti itu. Supaya istilahnya tadi biaya nggak terlalu tinggi. Kita kan sekarang masih lebih tinggi biayanya, kalau misalnya beli LNG dibandingin sama MFO yang sekarang,” jelas Eka disela Info Maritime Week (IMW) 2025, Selasa (27/5).

Menurut Eka, PIS sebenarnya sudah berinisiatif dalam membentuk ekosistem transportasi laut ramah lingkungan melalui penggunaan kapal-kapal dual fuel. Tapi jika dikerjakan sendiri kemampuannya terbatas. Belum lagi dengan ketersediaan infrastruktur. Belum adanya LNG Bunkering di tanah air juga jadi pertimbangan pelaku usaha dalam berinvestasi kapal-kapal berbahan bakar gas.

“Sebenarnya kami mau mancing ekosistem, kita udah ada kapalnya beberapa tapi kok ya susah nyari LNG-nya, sebagai fuel-nya masih susah. Maksudnya belum ada tuh LNG-bunkering hub yang bisa kita datengin kalau kita mau ngisi pakai LNG, apalagi yang ada di rutenya kita. Kita kalau mesti kapal menuju ke sini, terus ngisi bensinnya ke sini kan ya nggak efisien,” ujar Eka.

Faty Khusumo, Wakil Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia, menilai sejauh ini pemerintah terlalu fokus pada penurunan emisi di transport darat. Padahal ada berbagai alternatif bahan bakar yanh bisa digunakan kapal seperti LNG yang patut didukung.

“Harus dibuka alternatif jangan cuma satu pilihan. Khususnya tentang geography apa yg tersedia untuk kapal kita. Yang paling murah, mudah diakses, jadi bisa tetap kompetitif. LNG bisa jadi transisi energi. Siapa yang mau mulai, bagaimana memulai, kenapa harus memulai? Sejauh ini pemerintah fokus di transportasi darat bukan laut. Membangun ekosistem itunseperti telur dan ayam yang mana duluan, infrastruktur dulu atau demand dulu,” jelas Faty.