JAKARTA – PT Pertamina (Persero), badan usama milik negara di sektor energi terintegrasi, baru saja merombak habis-habisan struktur organisasi dan manajemenn dari bisnis hulu hingga ke hilir dengan menggunakan konsep holdingisasi. Saat ini Pertamina juga dikenal sebagai holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki enam subholding.

Koeshartanto, Direktur Sumber Daya Manusia Pertamina, mengatakan skema holding yang digunakan Pertamina adalah holding virtual. Skema ini berbeda dengam holding legal yang mengharuskan adanya perubahan dari sisi legalitas para subholding dan anak perusahaan.

Transisi perubahan strutkut ini masih terus dilakukan dan akan memakan waktu. Pertamina tidak akan gegabah dalam transisi karena akan menentukan masa depan perusahaan yang juga direncakan melakukan Intial Public Offering (IPO).

“Sekarang masih transisi virtual. Kalau belum bener, belum jelas mana ada orang beli sahamnya kan,” kata Koeshartanto kepada Dunia Energi di Jakarta, belum lama ini.

Koes mengatakan sampai sekarang belum ditetapkan mana saja bisnis yang akan ditawarkan ke publik. Tapi dengan skema holding ini sangat dimungkinkan untuk Pertamina untuk melakukan IPO. “Belum lah (ditentukan). Itu masih panjang, silakan baca ketentuan perusahaan yang mau IPO, banyak dan tak mudah,” ujarnya.

Koes mengatakan holding virtual berbeda dengan holding legal. Dalam dokumen data Pertamina yang diterima Dunia Energi terdapat beberapa karakteristik khusus dalam skema subholding virtual sehingga memungkinkan adanya sinergi antaranak perusahaan Pertamina terdahulu yang sudah digabungkan dalam subholding tanpa harus melalui proses legalitas pemindahan aset dan lain-lain.

1. Kepemilikan aset dan saham adalah antara holding dan subholding, maupun antara holding dan anak perusahaan.
2. Tidak terdapat kepemilikan aset dan/atau saham secara hukum diantara subholding dan anak perusahaan.
3. Tidak ada pemindahan aset antara subholding dan anak perusahaan.
4. Pemindahan bisnis dilakukan melalui model operatorship ataupun dengan mekanisme perjanjian penugasan / delegasi.
5. Pengambilan keputusan antara subholding dan anak perusahaan dilandaskan pada mekanisme manajerial seperti piagam perusahaan (corporate charter), KPI dan Komite Eksekutif dan secara hukum adalah melewati pemegang saham anak perusahaan.
6. Laporan keuangan disiapkan untuk masing-masing subholding dan anak perusahaan dan dikonsolidasi dalam laporan manajemen di subholding. Tidak terdapat konsolidasi laporan keuangan di subholding.

Berikut karakteristik skema untuk subholding legal.

1. Kepemilikan aset dan saham adalah antara holding dan subholding dan antara subholding dan anak perusahaan.
2. Terdapat kepemilikan aset dan/atau kepemilkan saham diantara subholding dan anak perusahaan.
3. Terjadinya pemindahan aset antara subholding dan anak perusahaan.
4. Pemindahan bisnis dilakukan secara legal.
5. Pengambilan keputusan antara subholding dan anak perusahaan dilandaskan pada mekanisme hukum sesuai dengan UU PT dimana subholding adalah pemegang saham anak perusahaan.
6. Laporan keuangan disiakan untuk masing-masing subholding dan anak perusahaan dan dikonsolidasi oleh laporan keuangan disubholding.

Implementasi skema holding virtual yang dipilih oleh manajemen Pertamina ini menarik untuk dinantikan.

Salah seorang mantan eksekutif anak perusahaan Pertamina mengaku belum akrab dengan skema holding virtual yang diusung Pertamina. Menurut dia yang jadi fokus ke depan adalah bagaimana implementasi holdingisasi versi Pertamina ini harus dijalankan dengan pedoman tata kelola atau Good Corporate Govenance (GCG) yang baik dan terpenuhi.

Menurut dia, GCG tidak mengenal virtual harus jelas kewenangan dan tanggung jawab seseorang.
“Saya juga baru tahu, saya juga ingin tahu seperti apa pelaksanaannya, terutama dari aspek GCG-nya. Menjalankan PT ini kan yang paling berat itu GCG-nya harus terpenuhi atau compliance,” katanya. (RI)