JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kegiatan eksplorasi mineral terutama mineral kritis termasuk logam tanah jarang (LTJ) akan digenjot.

Ridwan Djamaluddin, Dirjen Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM, menyatakan Saat ini Indonesia telah memiliki jenis-jenis mineral kritis dan Logam Tanah Jarang yang berpotensi untuk dikembangkan. Telah banyak diskusi dan diskursus yang dilakukan untuk mendorong pemanfaatan mineral-mineral kritis ini. Hanya saja memang dia mengakui Indonesia belum memiliki rencana khusus untuk memanfaatkan potensi mineral tersebut.

“Hingga saat ini secara spesifik pemerintah belum memiliki rencana yang sangat khusus, termasuk regulasi pengembangan LTJ,” ungkap dia.

Menurut Ridwak sekarang ini merupakan momentum yang harus dimanfaatkan untuk mengubah paradigma industri pertambangan yang dikesankan tidak ramah lingkungan, menjadi industri yang ramah lingkungan, termasuk dalam konteks menghasilkan energi bersih.

Dia menuturkan mineral-mineral kritis dan LTJ salah satunya merupakan bahan baku utama menuju penggunaan energi bersih. Indonesia memiliki peran penting dalam rangka mencapai tatanan penggunaan energi bersih ke depan dengan adanya cadangan mineral tersebut.

“Artinya, ketika kita bicara mengenai mineral untuk energi bersih, itu adalah sebuah langkah yang sejalan dengan upaya kita untuk menghasilkan energi yang baru dari yang selama ini digunakan sebagai bahan baku energi,” ungkap Ridwan.

Mineral-mineral tersebut, tambah Ridwan, nantinya akan digunakan dalam banyak komponen dan industri, di antaranya untuk infrastruktur, trasnportasi publik, industri baterai, serta membangun infrastruktur energi baru dan terbarukan lainnya. Maka dari itu, diperlukan eksplorasi masif di tengah tantangan geografis yang dimiliki Indonesia.

“Kita akan mendorong eksplorasi yang lebih masif untuk mendapatkan sumber-sumber bahan baku yang lebih baik, yang secara teoritik ada di Indonesia. Namun tantangan kita, sebagaimana saat kita mengekplorasi sumber-sumber mineral yang lain, dengan konfigurasi geologi di Indonesia, eksplorasi kita tidak bisa sepenuhnya meniru apa yang dilakukan oleh negara lain, sehingga kita belum melakukan pendalaman yang sesuai dengan konfigurasi Indonesia,” jelas Ridwan.