JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak dilanjutkannya rencana pembangunan kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur. Padahal proyek tersebut menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).

Soerjaningsih, Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM, mengungkapkan pembangunan kilang baru Bontang kembali dikaji ulang sejak berakhirnya tenggat waktu kesepakatan untuk mengkaji bersama Kilang Bontang antara PT Pertamina (Persero) yang mendapatkan tugas membangun kilang dari pemerintah dengan OOG Oman pada 2019 lalu. Sejak saat itu Pertamina menyatakan pembangunan kilang Bontang batal dilakukan.

Salah satu faktor batalnya pembangunan kilang tersebut antara lain adalah kurangnya lahan yang dibutuhkan untuk mendirikan kilang di Bontang.

Soerjaningsih mengatakan seyogyanya kilang akan dibangun di atas lahan pemerintah, namun lahan yang sudah disiapkan ternyata tidak cukup.

“Memang sudah disampaikan bahwa ada kerja sama yang kemudian berakhir dengan partner. Selain itu ada persoalan lokasi lahan di Bontang yang dimiliki pemerintah itu sebenarnya nggak cukup,” kata Soejaningsih disela konferensi pers virtual, Senin (18/1).

Rencana pembangunan kilang yang saat ini masih tercatat sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional itu masih dalam kajian intensif, termasuk denga besaran modal yang dibutuhkan.

Soerjaningsih juga mengungkapkan bahwa proyeksi permintaan BBM juga mempengaruhi keputusan tidak dilanjutkannya kilang Bontang. Pasokan BBM bisa dipenuhi oleh fasilitas eksisting ditambah dengan satu kilang baru yakni Kilang Tuban.

“Kami melihat bahwa produksi solar sudah hampir mencukupi seluruh kebutuhan nasional. Bahkan avtur 2020 melebihi kebutuhan dan kita bisa ekspor,” ungkap dia.

Ke depan dengan onstream-nya beberapa proyek kilang yakni Tuban, Balikpapan, Cilacap dan Balongan serta Dumai sudah cukup untuk memnuhi kebutuhan BBM. Meski masih diperlukan impor, jumlahnya tidak akan besar.

Begitu juga dengan kebutuhan gasoline yang diperkirakan masih akan sanggup dipenuhi tanpa harus membangun kilang Bontang.

“Gasoline impor kita saat ini masih  tinggi,  namun demikian dengan onstream-nya tahap I 2022 kilang Balikpapan disusul beberapa kilang itu, pada tahun 2020 kita masih ada impor. Dengan kilang GRR Tuban impor masih ada tapi tidak terlalu besar,” ungkap Soerjaningsih.

Pada pertengahan 2020 secara mengejutkan Pertamina mengumumkan tidak melanjutkan kerja sama dengan Overseas Oil and Gas LLC (OOG) asal Oman yang telah menandatangani perjanjian Framework Agreement pada 2018. Setelah tidak berlanjut menajemen memutuskan untuk batal membangun kilang Bontang dalam waktu dekat.

Ignatius Tallulembang,  Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional (KPI) yang saat itu menjabat sebagai Direktur Mega Proyek dan Petrokimia, mengatakan  Pertamina akan fokus ke pembangunan atau pengembangan kilang eksisting. Serta pengerjaan proyek yang sudah ada persiapan kegiatan fisiknya. Untuk itu manajemen batal melakukan tahapan pembangunan kilang dalam waktu dekat. Kilang Bontang merupakan fasilitas baru sehingga persiapannya dimulai dari nol.

“Bontang sudah ada Keputusan Menteri (Kepmen) juga tetap di dalam list, namun fokus prioritas (saat ini) yang sifatnya upgrading,” ujar Tallulembang.

Dia menambahkan Pertamina tetap memiliki rencana untuk membangun satu kilang baru lainnya, selain GRR Tuban. Hanya saja manajemen masih menunggu data terbaru tentang besaran suplai dan kebutuhan minyak ke depan sebelum kembali melanjutkan rencana pembangunan kilang Bontang.

“Bontang sempat jalan, kami hold dulu lihat perkembangan selanjutnya. Kebutuhan supply demand seperti apa ketika sudah clear baru nanti kami bicara dengan stakeholder lagi. Jadi lihat perkembangan selanjutnya,” ungkap Tallulembang.

Kilang Bontang sebelumnya adalah bagian dari enam mega proyek Pertamina yang terdiri dari empat pengembangan kilang eksisting yakni RDMP serta dua kilang baru Grass Root Refinery (GRR) Tuban dan Bontang.

Dalam road map pembangunan kilang sebelumnya, Pertamina menjadwalkan Kilang Bontang rampung pada 2026 dengan total investasi antara US$10 miliar-US$15 miliar.(RI)