JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk akan menaikan harga gas bagi pelanggan industri pada 1 Oktober 2019. Dalam surat pemberitahuan kepada para pelanggan komersial industrinya yang diperoleh Dunia Energi, PGN menyatakan penyesuaian harga gas akan diiringi dengan peningkatan kualitas atau kuantitas produk dan layanan. Mulai dari inspeksi pipa dan instalasi gas milik pelanggan, peningkatan kualitas terkait monitoring system alat ukur dan fasilitas penunjangnya, sehingga pelanggan dapat menjaga tingkat kontinuitas penyaluran gas sampai ke peralatan gas pelanggan.

Kemudian pemberian layanan informasi data pemakaian gas yang lebih informatif untuk mempermudah pelanggan dalam memonitor dan menggunakan gas secara optimal sesuai dengan kebutuhan pemakaian dan tekanan gas sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG).

Lalu ada juga pemberlakukan beberapa pilihan skema komersial dan mekanisme kontrak yang dapat memberikan fleksibilitas untuk mendukung proses produksi yang lebih optimal bagi pelanggan.

Achmad Widjaja, Wakil Ketua Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang Industri (Kadin), menyayangkan kebijakan PGN yang dianggap bisa memberikan beban kepada industri. Beban harga bahan baku menjadi salah satu beban terbesar dalam ongkos produksi.

“Industi 70% bahan baku sudah dibebankan,” kata Achmad kepada Dunia Energi, Kamis (22/8).

Achmad Widjaja pun mempertanyakan fungsi dari kebijakan pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas dengan meggabungkan PGN sebagai bagian dari Pertamina. Sewaktu awal pembentukan holding migas, pemerintah menjanjikan adanya efisiensi, struktur gas lebih sederhana serta tidak adanya tumpang tindih dalam pengelolaan infrastuktur gas sehingga menjadikan harga gas menjadi lebih kompetitif. Namun pada kenyataannya justru kenaikan harga terjadi, ini menunjukkan efiensi yang dijanjikan tidak terjadi.

“Saat terjadi merger kedua perusahan energi (PGN-Pertagas) kan sudah ada disebut perhitungan kajian efisiensi, sekarang tidak efisien kenapa? Kalau naik harga gas berarti tidak efisien, jadi ada biaya yang dikeluarkan, jangan dibebankan ke industri,” tegas Achmad.

Meski belum ditetapkan berapa besar kenaikannya, namun menurut informasi awal PGN akan memberlakukan kenaikan antara 10%-15% dari harga saat ini. Jika nilai kenaikan sebesar itu maka harga rata-rata gas bagi pelanggan industri PGN akan berada diatas US$ 10 per MMBTU. Kondisi ini tentu sangat jauh dari yang diinstruksikan oleh Presiden yang sempat meminta agar harga gas bisa sebesar US$ 6 per MMBTU. Selain itu harga gas nanti membuat Indonesia sebagai salah satu negara dengan harga gas termahal di kawasan Asia Tenggara.

“Seluruh pelanggan dia, naik 10-15%. Harga sekarang rata-rata US$9,7 per MMBTU kalau naik jadi sekitar US$12 per MMBTU, Nanti harga gas kita sudah diatas 30% rata-rata ASEAN,” kata Achmad.(RI)