Saka Energi, anak usaha PGN di sektor hulu migas dinilai menjadi salah satu sumber masalah yang menyebabkan kinerja keuangan PGN terus merosot.

JAKARTA – Pembentukan induk usaha (holding) BUMN migas yang menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menjadi bagian dari PT Pertamina (Persero) dinilai tidak hanya sekadar integrasi dua entitas bisnis dengan kesamaan bisnis yang kerap kali didengungkan pemerintah.

Inas Nasrullah, Wakil Ketua Komisi VI DPR, menegaskan dalam prinsip kegiatan berbisnis pembentukan holding atau holdingisasi merupakan langkah penggabungan dua bisnis yang sama-sama dalam kondisi prima atau sehat untuk kemudian terbentuk suatu entitas yang besar dan memiliki kemampuan dua kali lipat dalam berinvestasi.

“Kalau mau holding perusahaan harus dalam kondisi bagus, kalau tetap jalan ya benahi dulu PGN-nya,” kata Inas ditemui usai diskusi yang digelar Forum Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) di Jakarta, Rabu (21/3).

Berdasarkan hasil laporan keuangan PGN, menunjukkan terjadi penurunan kinerja cukup signifikan dalam lima tahun terakhir. Jika pada 2012, PGN mampu meraih laba bersih US$915 juta pada tahun-tahun berikutnya terus menurun. Pada 2013 laba bersih masih US$838 juta dan setahun kemudian turun menjadi US$711 juta.  Hingga pada 2017, PGN hanya mampu meraih laba bersih US$98 juta.

Inas mengkhawatirkan pembentukan holding hanya kamuflase dari oknum yang ingin cuci tangan terhadap merosotnya kinerja operasional PGN dalam beberapa tahun kebelakang.

“Holding itu sebenarnya bagus kalau keadaannya untung. Ini kan sedang merosot, ada apa, apa mau menutupi sesuatu? Apa setelah hitung PGN makin rugi, lalu tutup PGN dan kemudian dimasukkan ke holding dengan Pertamina, ya tidak bisa begitu,” ungkap Inas.

Jika mau tetap direalisasikan, maka PGN harus dibenahi terlebih dulu, baru kemudian digabungkan menjadi bagian Pertamina. Karena jika tidak maka seluruh beban atau ketidakberesan pengelolaan di PGN bisa saja menjangkiti Pertamina.

Menurut Inas, beberapa bisnis yang terindikasi menyumbangkan beban besar bagi PGN, misalnya operiasional Floating Storage Regasification Unit (FSRU) dan bisnis di sektor  hulu melalui anak usahanya, PT Saka Energi Indonesia.

“Kalau tetap jalan, ya benahi dulu ini PGN. Kami tahu beberapa bisnis PGN tidak jelas seperti di Lampung (FSRU), yang di Amerika, Saka Energy harusnya cek dulu konsolidasi berapa untungnya, bandingkan dengan beberapa tahun kebelakang naik apa turun. Kalau turun terus, siapa tahu ada sesuatu. Begitu turun dan rugi akan menjadi beban Pertamina,” tandas Inas.(RI)