Tidak hanya produk Pertamina, harga semua jenis BBM yang didistribusikan badan usaha, termasuk swasta akan dikontrol pemerintah.

JAKARTA – Harga bahan bakar minyak (BBM) untuk sektor transportasi kini mulai dikontrol pemerintah. Jika sebelumnya hanya BBM bersubsidi dan penugasan, kini penetapan harga seluruh jenis BBM harus mendapat persetujuan pemerintah.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan sesuai arahan Presiden Joko Widodo maka perubahan harga seluruh jenis BBM harus memperhatikan laju inflasi.

“Menyangkut bahan bakar jenis Bahan Bakar Umum (JBU), Pertalite, Pertamax, Super dan yang lain, maka arahan Bapak Presiden mengenai kenaikan harganya harus mempertimbangkan inflasi ke depan. Pemerintah sangat concern dengan laju inflasi, kalau terjadinya kenaikan harga BBM,” kata Arcandra saat menggelar konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Senin (9/4).

Menurut Arcandra, tidak hanya BBM yang dijual PT Pertamina (Persero), namun juga BBM yang dijual badan usaha lainnya seperti Shell Indonesia, PT Total Oil Indonesia, PT AKR Corporindo Tbk maupun PT Vivo Energy Indonesia.

“Persetujuan (pemerintah), berlaku untuk seluruh penyalur, termasuk Shell, AKR, Total, dan Vivo,” tegas Arcandra.

Ketetapan akan dilegalkan dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen)  dan tidak diperuntukan untuk BBM jenis avtur dan BBM untuk industri. Seiring dengan itu pemerintah  akan merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014. Pasalnya, dalam pasal 4 ayat 1 perhitungan harga jual eceran jenis BBM umum di titik serah untuk setiap liter ditetapkan badan usaha dengan ketentuan, sebagai berikut:

a. Harga terendah ditentukan berdasarkan harga dasar ditambah PPN dan PBBKB dengan margin paling rendah 5% dari harga dasar.

b. Harga tertinggi ditentukan berdasarkan harga dasar ditambah PPN dan PBBKB dengan margin paling tinggi 10% dari harga dasar.

Serta pada pasal 2 tertulis bahwa PBBKB sesuai perda provinsi setempat.

Ego Syahrial, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, mengatakan untuk bisa menjalankan kebijakan baru terkait harga BBM, pemerintah akan menghilangkan ketetapan batas margin bawah.

“Sebelumnya kami mengatur margin batas bawah 5% dan batas atas 10%. Batas bawah kami lepas, hanya high selling saja yang 10%,” ungkap Ego.

Jika regulasi baru terbit, rencana badan usaha menaikkan harga BBM bisa saja ditolak pemerintah. “Iya (kemungkinan ditolak naikan harga), karena kami ingin menjaga inflasi, inflasi yang terkendali. Lebih ke pengendalian inflasi dan juga melihat daya beli masyarakat,” papar Arcandra.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Maret 2018 sebesar 0,2% sehingga inflasi tahun kalender mencapai 0,99% (year to date) dan inflasi tahun ke tahun (year on year) mencapai 3,4%.

Berdasarkan catatan BPS, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), seperti Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo menjadi salah satu penyumbang terbesar untuk inflasi Maret yang sebesar 0,2% atau lebih tinggi dibanding Maret 2017 yang deflasi 0,02%.

Saat ini pemerintah masih melakukan finalisasi terhadap pemberlakuan regulasi tersebut. Sambil menunggu beleid baru, pemerintahan akan terus mensosialisasikan aturan baru nantinya.

Susyanto, Sekretaris Ditjen Migas Kementerian ESDM, mengklaim beleid baru sebagai ketetapan baru mekanisme penentuan harga BBM nonsubsidi dan penugasan dan tidak melanggar peraturan dan justru hal itu yang diamanatkan undang-undang.

“Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah harus tahu persis. Makanya permen harus diubah, kalau setiap ada kenaikan yang tadi Pak Wamen sampaikan, maka wajib disetujui pemerintah,” tandas Susyanto.(RI)