JAKARTA – Pemerintah diminta lebih tegas terhadap para pengusaha batu bara yang tidak komitmen untuk memasok batu bara ke PLN. Salah satu cara yang dilakukan misalnya dengan menaikan kompensasi ekspor batu bara kepada pengusaha yang tidak atau belum melakukan kontrak kerjasama dengan PLN. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga persediaan batu bara bagi produksi listrik nasional.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPRI RI menilai sejauh ini pemerintah sulit mewujudkan target DMO karena besaran kompensasi untuk perusahaan yang tidak menjalin kontrak dengan PLN lebih kecil daripada yang sudah melakukan kontrak kerjasama namun ingkar. Hal ini dianggap kurang adil dan mendorong pengusaha untuk memilih tidak melakukan kontrak dengan PLN.

Berdasarkan aturan saat ini perusahaan yang sudah melakukan kontrak dengan PLN akan mendapat kompensasi sebesar US$188 per ton. Sedangkan bagi perusahaan yang tidak melakukan kontrak dengan PLN dikenakan denda hanya sebesar US$18 per ton.

“Pemerintah harus memperberat besaran kompensasi bagi pengusaha yang tidak mau kontrak dengan PLN dan harus bersikap tegas kepada pengusaha batubara yang tidak memenuhi kewajiban DMO ini. Kalau kompensasinya rendah, mereka lebih pilih bayar kompensasi dari pada mematuhi DMO,” kata Mulyanto, Sabtu (6/8).

Kontribusi sumber batu bara pada kelistrikan nasional masih tinggi, di atas 60%. Terganggunya pasokan batubara secara langsung akan memperlemah ketahanan energi nasional.

Mulyanto minta Pemerintah segera mengambil kebijakan ini sebelum produksi listrik PLN bermasalah. Sebab harga batu bara global saat ini mencapai US$400 per ton. Sementara harga DMO untuk PLN dipatok flat sebesar US$70 per ton. Disparitas harga yang sangat tinggi ini membuat pengusaha batu bara lebih suka menjual produksinya ke pasar luar negeri. Sebab dengan volume yang sama bisa mendapat keuntungan lebih dari lima kali lipat.

“Karenanya, kalau Pemerintah tidak bersikap tegas, maka aksi ekspor yang melanggar DMO ini akan menjadi-jadi. Ujung-ujungnya listrik kita padam,” ujar Mulyanto.

Di sisi lain Mulyanto mengingatkan Pemerintah harus konsisten mengembangkan listrik dari sumber EBET (energi baru atau energi terbarukan) sesuai target bauran energi, agar batu bara ini tidak kita bakar di dalam negeri.

“Dengan begitu kita akan dapat dua keuntungan, yakni energi yang lebih bersih dan penerimaan negara yang lebih optimal,” jelas Mul.

Sebelumnya Sapto Aji Nugroho, EVP Batubara PLN, mengungkapkan dampak tingginya harga batu bara di pasaran membuat pemasok berlomba-lomba untuk mengirim batu bara ke luar negeri. Ini membuat fasilitas yang terbatas menjadi penuh dengan batu bara yang bakal diekspor sehingga tidak memberikan kesempatan bagi batu bara yang mau dipasok ke PLN.

“Temen-temen pemasok kesulitan mendapat truk slot jetty mencari tongkang harus bersaing dengan ekspor dia mau membayar lebih tinggi. Ini membuat beberapa pemasok yang menyampaikan ke PLN kami dalam kondisi ini berat memenuhi kontrak dengan PLN,” ungkap Sapto.