JAKARTA – PT PLN (Persero) melalui anak usahanya di sektor gas dan panas bumi PT PLN Gas dan Geothermal (PLN GG) saat ini bersiap untuk memulai pengelolaan delapan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Untuk mengelola delapan wilayah tersebut, PLN membutuhkan dana investasi sekitar US$1 miliar.

Yudistian Yunis, Direktur PLN GG,  mengungkapkan kebutuhan investasi tersebut akan disesuaikan juga dengan kapasitas pembangkit listrik yang akan dibangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sistem listrik.

“Dana untuk delapan WKP cukup besar,  lebih dari US$1 miliar. Kami akan develop sesuai kapasitas yang bisa diserap sama sistem,” kata Yudistian disela 7th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) di Jakarta, Rabu (14/8).

PLN tidak akan sendiri untuk mengembangkan WKP tersebut. Ada lima mitra yang sudah lolos verifikasi. Saat ini PLN sedang melakukan pembahasan intensif untuk menentukan WKP dan mitra pengelolanya. Mitra PLN nanti akan fokus untuk mengerjakan pengeboran dan memproduksi uap panas bumi, sementara PLN akan fokus pada pengembangan pembangkit listrik.

“Sekarang dalam taraf mau diskusi dengan mereka untuk mengerjakan WKP mana saja. Kami sama-sama diskusikan supaya dapat kolaborasi optimal di antara mitra,  karena mitra itu merupakan well proven kerja di upstream panas bumi. PLN kekuatannya di downstream di pembangkit,” ungkap Yudistian.

Lima calon mitra PLN yang telah lolos kualifikasi yakni PT Apexindo Pratama Duta, Ormat Technologies, Medco Energi, Halliburton, dan Itochu Corporation. Nantinya kelima mitra ini bisa mengerjakan lebih dari satu WKP bersama PLN.

Saat ini studi di delapan WKP masih dilakukan dan ditargetkan bisa selesai pada akhir tahun ini. Jika sudah rampung maka proses selanjutnya adalah pengeboran eksplorasi untuk mendapatkan kepastian sumber daya yang bisa dikembangkan. Lalu dilanjutkan dengan proses konstruksi. “Butuh waktu 30-38 bulan untuk konstruksi dan pengeboran sumur produksi,” ujar Yudistian.

Total ada 11 WKP yang dikelola PLN, tiga diantaranya dikelola sendiri sementara delapan lainnya bersama dengan mitra. Adapun total kapasitas dari 11 WKP tersebut mencapai 380 MW. PLN menargetkan pengerjaan delapan WKP tersebut antara tiga hingga lima tahun kedepan.

Adapun 11 WKP yang dikelola yakni Songa Wayaua di Maluku Utara berkapasitas 10 MW, Atedei berkapasitas 10 MW di NTT, Gunung Sirung 5 MW di NTT, Gunung Tangkuban Perahu 60 MW di Jawa Barat, Oka Ile Ange 10 MW di Pulau Flores, Gunung Ungaran 55 MW di Jawa Tengah, Kepahiang 110 MW di Bengkulu, Danau Ranau 20 MW di Lampung. Kemudian tiga WKP yang dikelola sendiri oleh PLN antara lain WKP Ulumbu di Flores kapasitas 50 MW dan Mataloko berkapasitas 20 MW di Pulau Ende serta WKP Tulehu di Ambon berkapasitas 20 MW.

PLN saat ini juga memiliki tujuh perjanjian jual beli uap (Steam Purchase Agreement) dengan total kapasitas listrik 780 MW untuk WKP Sungai Penuh 110 MW, Hululais 110 MW, Ulubelu 110 MW, Salak 55 MW, Darajat 165 MW, Kamojang 150 MW serta Lahendong 80 MW.

Menurut Yudistian, PLN tidak akan menggunakan pendanaan internal perusahaan sepenuhnya dalam mengembangkan panas bumi. Pendanaan eksternal akan menjadi prioritas. Maksimal hanya 30% sumber pendanaan dari internal perusahaan. Tidak hanya membawa teknologi, mitra PLN dalam pengembangan WKP juga diharapkan membawa pendanaan.

“Kami upayakan dari luar (pendanaan), bukan PLN sendri, skema biasa 80%-20% sampai 70%-30%. 80% pendanaan luar, 20%-30% equity sendiri,” katanya.(RI)