JAKARTA – Realisasi ekspor batu bara Indonesia hingga menjelang akhir semester I 2020 masih lesu. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Minerl (ESDM), menyebutkan realisasi ekspor batu bara 175,15 juta ton atau setara dengan US$7,77 miliar. Pada tahun ini pemerintah menargetkan ekspor batu bara mencapai 435 juta ton dari total produksi nasional yang ditargetkan sebesar 550 juta ton.

Sujatmiko, Direktur Pembinaan Usaha Batu bara Ditjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, mengungkapkan realisasi ekspor batu bara turun dibanding tahun lalu. Penurunan kinerja ekspor disebabkan berkurangnya permintaan batu bara dari negara pengguna serta melemahnya harga sebagai dampak pandemi Covid-19 dan rendahnya harga minyak di pasar global.

“Volume ekspor periode Januari – Mei 2020 turun 10% dibanding realisasi ekspor pada periode yang sama 2019 yang mencapai 193,82 juta ton. Nilai ekspor batu bara periode Januari – Mei 2020 juga turun 18% dibanding periode yang sama 2019 yang mencapai US$9,46 miliar,” kata Sujatmiko dalam diskusi virtual, Selasa (30/6).

Menurut Sujatmiko, apabila pandemi Covid-19 terus berlangsung hingga akhir 2020 akan menyebabkan penurunan permintaan batu bara dari negara-negara importir. Ada indikasi negara-negara importir batu bara beralih menggunakan batu bara produksi batubara dalam negeri, misalnya India dan China. Serta kecenderungan negara-negara importir batu bara beralih menggunakan energi terbarukan, misalnya Eropa dan Jepang.

“Harga batu bara di pasar ekspor masih relatif rendah. Harga minyak dunia yang relatif rendah, sehingga penggunaan energi beralih ke BBM,” ungkap Sujatmiko.

Kebutuhan batu bara internasional menurun akibat pandemi Covid-19. Ini disebabkan beberapa konsumen utama batu bara dunia memang mengurangi impornya. Misalnya China yang melakukan penghentian beberapa sektor industri serta memprioritaskan penggunaan batu bara dalam negeri. Impor batu bara Korea Selatan juga menurun karena terjadi penurunan permintaan listrik serta peningkatan unit pembangkit tenaga gas yang lebih ramah lingkungan. India juga melakukan lockdown pelabuhan selama 21 hari serta memprioritaskan penggunaan batu bara dalam negeri. Kemudian negara-negara Eropa juga beralih ke energi terbarukan.

“Impor batu bara 2020 oleh negara-negara pengguna batu bara diperkirakan turun. Demikian juga dengan volume ekspor batu bara Indonesia 2020 diperkirakan akan turun dibanding volume ekspor 2019. Ekspor baru akan meningkat pada 2021 dan 2022 seiring pemulihan ekonomi global setelah berakhirnya pandemi Covid-19,” kata Sujatmiko.

Pemerintah juga mulai menjajaki potensi pasar batu bara untuk menggenjot ekspor batu bara. “Kita membuka pasar-pasar baru yang belum pernah didalami, seperti Bangladesh dan Pakistan,” kata dia.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), mengungkapkan importir batu bara asal Bangladesh dan Pakistan pada dasarnya sudah menjalin bisnis dengan para produsen batu bara tanah air. Hanya saja baru sebatas business to business. Hendra menyambut baik, jika kerja sama yang ada mau ditingkatkan  melalui payung government to government.

“Memang ada beberapa waktu terakhir kami selalu intensif membuka potensi pasar di beberapa negara. Bangladesh dan Pakistan sejak beberapa tahun terakhir sudah bolak balik ke Indonesia. Kami setuju untuk memperkuat G to G. Pada 2020 ini dalam waktu singkat rasa rasanya kami belum bisa berharap banyak ke China,” kata Hendra.(RI)