JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membahas intensif secara internal rencana mematok harga gas khusus bagi pembangkit listrik sebelum kembali dibicarakan lebih lanjut dengan stakeholder lainnya.

Andy Noorsaman Sommeng, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengatakan wajar ada kekhawatiran kerugian bagi industri hulu migas jika harga gas bagi pembangkit listrik diterapkan. Namun, hal itu tidak perlu direspon berlebihan karena telah ada berbagai mekanisme yang mengatur agar industri hulu tetap mendapatkan keuntungan.

Mekanisme bagi hasil bisa memastikan pelaku usaha di sektor hulu migas tetap mendapatkan keuntungan, meskipun harga gas dipatok.

“Industri tetap jalan karena itu masalah investasi, tenaga kerja, nah trade off-nya dimana? Artinya di industri migas ada gross split, ada yang lama cost recovery, ada split. ya mungkin saja yang biasa diatur kaitannya dengan split,” kata Andy seusai menghadiri Pameran Kelistrikan di Jakarta, Rabu (14/11).

Sebenarnya sekarang sudah ada aturan yang mengatur harga gas untuk pembangkit listrik, yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2017 tentang pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik. Dalam beleid tertulis bahwa PT PLN (Persero) atau Badan Usaha Pembangkit Tenaga Listrik (BUPTL) dapat membeli gas bumi melalui pipa di plant gate dengan harga paling tinggi 14,5% dari Indonesia Crude Price (ICP).

Apabila harga gas ditetapkan berdasarkan aturan tersebut dengan ICP Oktober sebesar US$77,56 per barel maka 14,5% dari ICP adalah US$11,24 per MMBTU. Harga tersebut jauh dari harapan PLN yang bisa menyerap gas dengan harga di kisaran US$ 6 per MMBTU di plant gate atau titik serah gas.

Menurut Andy, penetapan harga gas bagi pembangkit juga tidak melanggar Undang-Undang. Selain itu, pembicaraan mengenai harga gas pembangkit listrik juga sudah disampaikan kepada anggota DPR.

“Kan itu di dalam konstitusi pasal 33 sumber daya itu diperuntukan buat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  Padahal itu kan hasil rapim antara PLN dengan DPR, ada panja. PLN meminta supaya itu plant gate US$ 6 per MMBTU. Kalau kami sebagai regulator ingin supaya jangan sampai masyarakat terbebani dengan harga listrik yang tinggi. BUMN juga tidak terbebani, jadi semua harus sehat,” papar Andy.

Namun Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM tidak mau banyak berkomentar terkait harga gas bagi pembangkit listrik. Beberapa kali Arcandra saat dikonfirmasi mengenai kelanjutan rencana tersebut juga tidak mau memberikan jawaban pasti. Bahkan dia menegaskan belum ada pembahasan harga gas pembangkit listrik yang masuk ke mejanya.

“Tidal ada itu, belum dengar saya. Belum sampai ke saya rencana itu,” ungkap Arcandra, belum lama ini.

Amien Sunaryadi, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), saat ditanya mengenai hal serupa juga selalu menghindar.

Andy tidak bisa memastikan kapan kebijakan harga gas pembangkit listrik  bisa diterapkan, karena harus melalui pembahasan lintas stakeholder.

“Kan tergantung keijakan yang lebih tinggi. Diatas langit kan masih ada langit lagi,” tandas Andy.(RI)