JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam pembangunan beberapa ruas pipa transmisi. Padahal sebelumnya ruas pipa tersebut diproyeksikan bisa dibangun tanpa adanya intervensi dari negara.

Pri Agung Rakhmanto, pengamat migas dari Universitas Trisakti, mengungkapkan pemggunaan APBN dalam pembangunan proyek pipa berskala besar memang wajar, apalagi di tengah ketidakpastikan ekonomi proyek pipa gas. Namun demikian sebagai konsekuensinya tentu memberikan tekanan lebih terhadap keuangan negara yang saat ini juga sudah tertekan.

Padahal, jika saja ada inisiatif yang benar-benar diimplementasikan. pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana besar untuk penyediaan infrastruktur pipa ini.

“Sebetulnya, dengan kondisi itu, akan lebih baik jika pemerintah win-win solution saja kepada calon investor. Dalam arti, misalnya dengan memberi keringanan dan kemudahan fiskal seperti tax incentives dan tax holiday. Serta tidak terlalu mengatur atau membatasi keuntungan (margin), terutama pada saat periode awal,” kata Pri Agung belum lama ini.

Pemerintah berencana menggunakan APBN untuk mendanai tiga proyek pipa gas, yakni Pipa Cirebon-Semarang, West Natuna Transportation System (WNTS)-Pulau Pemping dan Dumai-Sei Mangkei. Ketiga ruas pipa ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional. Namun, pembangunannya tak kunjung terealisasi.

Ketiga proyek pipa ini harus selesai jika pemerintah berencana menyambungkan pipa gas dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung timur Pulau Jawa.

Pipa WNTS-Pemping berkapasitas 120 juta kaki kubik per hari (MMscfd) akan menghubungkan pasokan gas dari Lapangan Gajah Baru ke pembangkit listrik di Batam. Selanjutnya, Pipa Sei Mangkei-Dumai menjaga kehandalan pasokan gas Sumatera Utara da Riau dengan menghubungkan pasokan gas dari Grissik dan Jambi serta Terimal LNG Arun, Blok A, Blok NSO/NSB melalui Pipa Arun-Belawan-Sei Mangkei. Berikutnya, Pipa Cirebon-Semarang akan menyambung jaringan pipa di sepanjang Pulau Jawa. Kebutuhan anggarannya diproyeksikan sekitar Rp8 triliun untuk Pipa Cirebon-Semarang dan Sei Mangkei-Dumai.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutir Reforminer Institute, mengatakan langkah pemerintah untuk menggunakan APBN sah-sah saja dilakukan jika masih ada ruang fiskal. Penggunaan APBN memang membuat pembangunan infrastruktur menjadi lebih terukur penyelesaiannya. Hanya saja menurut dia yang harus diingat penggunaan APBN juga terbatas, apalagi dengan kondisi saat ini.

Menurut Komaidi alangkah baiknya jika pembangunan dapat melalui mekanisme bisnis dan berjalan normal sesuai komitmen awal. “Saya kira tugas pemerintah untuk membuat dan memastikan iklim bisnisnya berjalan tanpa memerlukan intervensi pemerintah melalui APBN akan lebih baik, sehingga APBN bisa digunakan untuk keperluan yang lainnya,” kata Komaidi.(RI)